Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan indeks dolar Amerika Serikat (AS) berlanjut pada perdagangan siang ini, Rabu (14/11/2018), saat nilai tukar euro dan pound sterling terus menguat terhadap greenback.
Dua mata uang utama tersebut menguat di tengah kepercayaan diri investor menyusul pemberitaan bahwa Inggris telah membuat draf perjanjian perpisahan dengan Uni Eropa setelah pembicaraan panjang selama lebih dari setahun.
Penguatan euro dan pound sterling pun mendorong investor untuk mengambil keuntungan atas dolar AS, yang telah tergelincir dari level tertingginya dalam sekitar 16 bulan baru-baru ini.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks dolar AS, yang melacak pergerakan greenback terhadap sejumlah mata uang utama di dunia turun 0,21% atau 0,208 poin ke level 97,095 pada pukul 13.44 WIB.
Sebelumnya indeks dolar dibuka dengan pelemahan 0,275 poin atau 0,28% di level 97,028, setelah pada perdagangan Selasa (13/11) tergelincir dari penguatannya dan berakhir melemah 0,25% atau 0,239 poin di posisi 97,303.
Pada saat yang sama, nilai tukar pound sterling menguat 0,23% ke posisi US$1,3007, setelah ditutup menanjak 1% di level 1,2977 pada Selasa (13/11). Adapun nilai tukar euro lanjut naik 0,05% ke US$1,1296, setelah berakhir menguat 0,64% di US$1,1290 kemarin.
Baca Juga
Dilansir Reuters, aksi jual dalam dolar AS cenderung terjadi karena membaiknya sentimen risiko seputar potensi kesepakatan Brexit, alih-alih memburuknya fundamental ekonomi Amerika Serikat (AS). Euro dan pound sterling diketahui memiliki bagian sekitar 70% dari beban dalam indeks dolar.
“Jangan tertipu oleh pelemahan dalam dolar AS. Hampir seluruh mata uang utama rebound karena faktor lokal dan bukan pergeseran minat untuk dolar AS atau perubahan dalam fundamental ekonomi,” kata Kathy Lien, managing director strategi mata uang di BK Asset Management.
Ia memperkirakan dolar akan menguat lebih lanjut didukung kuatnya perekonomian AS, kenaikan suku bunga, dan statusnya sebagai mata uang safe haven.
Para pedagang mengurangi pertaruhan bearish terhadap pound sterling setelah Inggris dan Uni Eropa menyepakati teks awal yang akan memungkinkan Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa melalui ‘hard Brexit’.
Tantangan bagi Perdana Menteri Inggris Theresa May saat ini adalah untuk meloloskan kesepakatan ini ke parlemen, di mana pendukung garis keras Brexit menudingnya telah menyerah kepada Uni Eropa.
“Sentimen bullish telah kembali bagi pound sterling, tetapi kita perlu melihat detail yang lebih bagus dari draf perjanjian itu dan May membutuhkan dukungan dari para menterinya,” ujar Michael McCarthy, kepala strategi pasar di CMC Markets, seperti dikutip Reuters.
Kendati masih ada banyak ruang bagi pound sterling untuk terapresiasi lebih lanjut, lanjut McCarthy, akan lebih bijaksana untuk bersikap wait and see sampai gambaran yang lebih jelas atas perkembangan ini terlihat.
Sementara itu, penguatan euro yang menarik sentimen positif dari apresiasi pound sterling dibatasi oleh kekhawatiran tentang proposal anggaran Italia dan data kepercayaan investor Jerman yang suram, menurut para pedagang.
“Italia masih menjadi perhatian bagi para pedagang dan kita dapat melihat lebih banyak ketidakpastian di zona euro ke depannya. Penguatan euro akan lebih teredam,” tambah McCarthy.
Posisi indeks dolar AS
14/11/2018 (Pk. 13.44 WIB) | 97,095 (-0,21%) |
13/11/2018 | 97,303 (-0,25%) |
12/11/2018 | 97,542 (+0,66%) |
9/11/2018 | 96,905 (+0,19%) |
8/11/2018 | 96,724 (+0,76%) |
Sumber: Bloomberg