Bisnis.com, JAKARTA—Rencana Otoritas Jasa Keuangan untuk menerbitkan regulasi untuk memfasilitasi penerbitan sukuk daerah akan memberikan lebih banyak alternatif bagi daerah untuk menggalang dana pembangunan. Kendati demikian, akan butuh waktu panjang sebelum ada daerah yang menerbitkan instrumen tersebut.
Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa tantangan utama emisi surat utang oleh pemerintah daerah adalah panjangnya proses birokrasi dan hambatan politis, seperti kewajiban adanya persetujuan DPRD.
Tahun lalu, OJK sudah merilis aturan tentang emisi obligasi daerah, tetapi hingga kini belum ada daerah yang sudah merealisasikan atau memiliki rencana serius untuk menerbitkan instrumen tersebut.
Menurutnya, wacana bagi hadirnya regulasi tentang sukuk daerah tentu positif, tetapi pasar tidak dapat berharap instrumennya akan segera hadir. Sebagai instrumen baru, obligasi maupun sukuk daerah harus benar-benar diuji potensi risiko dan kemampuan bayar dari daerah.
“Ini tentu hal baru yang bagus karena masing-masing daerah punya karakter. Daerah bisa terbitkan instrumen dengan spesifik da nada aset yang dijaminkan, tergantung akadnya. Namun, untuk realisasinya akan butuh waktu,” katanya, Selasa (30/10/2018).
Ramdhan mengatakan, rencana OJK tersebut tentu masih akan melalui proses uji publik dan dengar pendapat dari kalangan pelaku pasar, termasuk Dewan Syariah Nasional. Dirinya menyangsikan regulasinya akan bisa terbit pada awal tahun depan.
Menurutnya, bagi pemerintah daerah, penggalangan dana dari pasar modal cenderung lebih mudah dilakukan melalui badan usaha milik daerah, seperti bank pembangunan daerah (BPD). Beberapa daerah bahkan sudah melepas BPD mereka untuk go public.
Dirinya menilai, masih butuh proses edukasi yang panjang ke daerah agar instrumen ini nantinya dilirik oleh pemerintah daerah.
Hendrar Prihadi, Wali Kota Semarang, mengatakan bahwa Semarang memiliki potensi yang besar untuk nantinya bisa menerbitkan surat utang daerah, sebab kebutuhan pembangunan daerah selalu ada dari tahun ke tahun.
Namun, saat ini pemerintah daerah Semarang belum sepenuhnya memahami instrumen ini, sehingga perlu waktu untuk mulai menjajaki instrumen ini. Saat ini, tuturnya, Semarang masih mengandalkan APBD Kota, APBD Provinsi, dan APBN untuk pembangunan.
Selain itu, skema investasi yang sudah berjalan adalah model kerja sama pemerintah dan badan usaha atau KPBU.
Pemda Semarang kini tengah membangun proyek SPAM Semarang Barat dengan investasi sekitar Rp800 miliar, yang mana senilai Rp500 miliar di antaranya merupakan kontribusi korporasi swasta. Tahun depan, Pemda Semarang akan membangun LRT di Semarang dengan skema KPBU juga.
“Untuk obligasi daerah kami belum bisa komentar, karena harus kami pelajari dulu. Namun, potensinya ada karena secara aturan ini memungkinkan,” katanya.