Bisnis.com, JAKARTA – BHP Billiton Ltd., pengekspor bijih besi nomor tiga terbesar di dunia, menargetkan untuk meningkatkan hasil produksinya hingga 3% pada tahun fiskal 2019 setelah melaporkan bahwa seluruh produksi yang mencapai rekor di Australia tahun ini sanggup memenuhi permintaan besar dari pabrik baja China.
Dilansir dari Bloomberg, Rabu (18/7/2018), perusahaan tersebut akan menancapkan target hasil produksi tahunan pada kisaran antara 273 juta ton hingga 283 juta ton karena pemain industri yang terus meningkatkan produksi dan China yang terus menghasilkan baja hingga mencapai rekor pada semester I/2018.
Vale SA dan Rio Tinto, dua perusahaan pengiriman terbesar, pada pekan ini melaporkan jumlah pasokan yang tinggi yang memungkinkan kedua perusahaan tersebut untuk memenuhi pedoman tahunan.
Total produksi bijih besi pada tahun fiskal 2018 talah melampaui perkiraan analis yang naik 3% menjadi 275 juta ton. Hingga pertengahan 2019, BHP memperkirakan akan memiliki kapasitas yang mampu mengekspor 290 juta ton bijih besi.
Saham BHP naik hingga 3,6% menjadi AU$33,66 pada perdagangan Rabu (18/7) di Sydney, dan melanjutkan kenaikan hingga 3,1% pada sesi yang sama.
Sejumlah analis Citigroup Inc. dalam laporan resminya menyebutkan bahwa harga bijih besi juga masih terlihat stabil dengan kisaran antara US$60–US$70 per ton karena tingginya biaya operasi di pasar. Rata-rata harga patokan bijih besi berada pada posisi US$68,71 per ton tahun ini.
Baca Juga
Meskipun para produsen teratas sudah meningkatkan jumlah produksinya hingga 39 juta ton pada sepanjang tahun ini, Rio Tinto melaporkan bahwa sekitar 37 juta ton akan meninggalkan pasar lewat jalur laut karena adanya penutupan dan gangguan tambang.
Sementara itu, impor China, sebagai konsumen teratas, diperkirakan akan memuncak pada tahun ini. Kebijakan lingkungan negeri Panda itu memberi dukungan agar produsen baja termasuk BHP memproduksi produk bahan mentah berkualitas tinggi dan lebih ramah lingkungan.
Selain itu, hasil produksi tembaga BHP juga melonjak hingga tiga kali lipat, terdorong oleh lonjakan produksi dari pertambangan Escondida di Chili, di mana BHP masih melakukan negosiasi gaji dengan para pekerjanya, untuk menghindari mogok kerja seperti pada 2017 silam.
Laporan BHP juga menyebutkan bahwa output tembaga selama setahun penuh dari Escondida diperkirakan akan mengalami penurunan hingga 8% pada tahun fiskal 2019, yang mendorong kemerosotan produksi secara keseluruhan hingga 4%.
BHP juga kemungkinan akan dikenakan denda sebesar US$440 juta pada semester II/2018 terkait dengan kegagalan operasi bendungan di pertambangan mematikan Samarco pada 2015 di Brasil.