Bisnis.com, JAKARTA – Produsen minyak di seluruh dunia membakar jumlah gas alam lebih sedikit dibandingkan dengan tahun lalu, membalik tren yang diawali pada 2010 dan memicu kekhawatiran bahwa emisi gas alam berkontribusi pada perubahan iklim dunia.
Menurut data World Bank’s Global Gas Flaring Reduction Partnership, sejumlah 141 miliar kubik meter gas alam dibakar sepanjang 2017, turun 5% dari tahun sebelumnya. Pembakaran terjadi saat gas yang diproduksi bersamaan dengan minyak itu tidak dijual.
Biasanya hal itu terjadi karena saluran pipa yang mengalirkan gas alam itu tidak cukup banyak untuk mengirim ke sejumlah pasar utama.
Meskipun Rusia melakukan pembakaran gas dengan jumlah terbanyak, Negara Tirai Besi itu juga tetap mengalami penurunan terbesar dalam pembakaran gas alam. Rusia mengekspor sebagian besar hasil produksi bahan bakarnya ke Eropa, karena produksi gas ladang terbesarnya menyusut.
Rusia juga telah mendorong pengiriman gas alam cair (liquefied natural gas/ LNG) ke pembeli dari luar negeri beriringan dengan pembukaan perusahaan ekspor baru pada tahun lalu.
Di sisi lain, data yang muncul berkaitan dengan fluktuasi pasokan minyak global. Laporan Bank Dunia menunjukkan pembakaran gas meningkat di Amerika Serikat, negara yang saat ini tengah berfokus dan memompa minyak mentah dalam jumlah banyak.
Baca Juga
Sekitar 3% - 5% gas alam yang diproduksi di Permian Basin dibakar karena adanya kemacetan aliran pipa yang bisa mengancam pertumbuhan jumlah produksi minyak mentah.
Pembakaran juga meningkat di Iran dan Libya, seiring dengan jumlah produksi minyaknya yang mengalami kenaikan. Bertentangan dengan di Venezuela dan Meksiko yang hasil produksinya semakin surut.
Laporan tersebut muncul setelah Bank Dunia dan sejumlah organisasi pemelihara lingkungan meminta para produsen minyak dan gas untuk mengendalikan pembakaran, karena dapat meningkatkan emisi karbon dioksida dan akan memberikan dampak besar pada perubahan iklim dunia.
Sejauh ini, AS, Rusia, dan Meksiko merupakan segelintir dari negara yang mendukung inisiatif Bank Dunia, yang turut didukung pula oleh perusahaan seperti BP Plc. hingga Gazprom PJSC.