Bisnis.com, JAKARTA — PT Bukit Uluwatu Villa Tbk. mengantongi restu pemegang saham untuk menggelar tiga aksi korporasi sekaligus, yakni pemecahan saham atau stock split, penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu atau private placement, dan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue.
Hendry Utomo, Direktur Keuangan Bukit Uluwatu Villa, mengatakan bahwa perseroan telah mengantongi restu pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang digelar di Jakarta, Kamis (28/6/2018).
Hendry mengatakan, saat ini total saham perseroan mencapai 3,4 miliar lembar. Stock split akan dilakukan pada Juli mendatang dengan rasio 1:2, artinya satu saham perseroan dengan nominal Rp100 akan dipecah menjadi 2 saham dengan nominal Rp50.
Dengan demikian, jumlah saham emiten dengan kode saham BUVA ini akan menjadi 6,8 miliar saham. Harga saham perseroan per Kamis (28/6/2018) adalah sebesar Rp320. Setelah stock split, harganya akan menjadi Rp160.
Menurutnya, stock split dilakukan agar harga saham perseroan menjadi lebih terjangkau bagi investor ritel. Hal ini untuk mempersiapkan aksi korporasi perseroan selanjutnya, yakni emisi saham baru melalui private placement dan rights issue.
Setelah menggelar stock split, perseroan akan melakukan private placement sebanyak 681 juta saham, atau sekitar 10% dari total saham beredar setelah stock split, atau sekitar 9% setelah aksi korporasi tersebut selesai.
Baca Juga
“Investor strategis untuk private placement ini bisa dari pemegang saham yang sekarang atau baru, tetapi kami belum tentukan. Kami harapkan bisa terlaksana pada paruh kedua tahun ini dengan nilai Rp160 miliar,” katanya, Kamis (28/6/2018).
Selanjutnya, perseroan juga mengantongi restu untuk menggelar rights issue. Perseroan akan melepas 3,7 miliar saham baru dalam aksi rights issue ini, atau 33% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh setelah rights issue ini selesai.
Perseroan memiliki waktu 12 bulan untuk melaksanakan rights issue. Proses rights issue sendiri relatif lebih rumit dibandingkan private placement, sebab melibatkan investor publik dan diwajibkan registrasi di OJK. Prosesnya bisa mencapai 2 bulan.
“Kami menargetkan dana kurang lebih Rp600 miliar hingga Rp800 miliar dari rights issue ini,” katanya.
Dengan demikian, perseroan akan mengantongi dana tidak kurang dari Rp750 miliar hingga Rp960 miliar dari dua aksi korporasi ini. Nilai ini lebih dari 25% dari total ekuitas perseroan yang senilai Rp1,7 triliun per akhir 2017. Total aset perseroan per akhir 2017 mencapai Rp3,3 triliun.
Hendry mengatakan, dana hasil kedua aksi korporasi ini akan digunakan untuk sejumlah tujuan. Pertama, untuk akuisisi sejumlah aset properti di industri sejenis yang dijalankan perseroan, yakni leisure dan life style. Dirinya enggan mengungkapkan target nilainya.
Kedua, untuk pelunasan utang perseroan senilai kurang lebih Rp250 miliar. Ketiga, untuk mendukung belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai Rp250 miliar hingga Rp300 miliar. Selebihnya untuk modal kerja perseroan.
“Tujuang kami dengan corporate action ini memang supaya bisa tingkatkan kinerja perusahaan lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Selama ini kami konsentrasi untuk pembangunan, tetapi itu akan makan waktu lebih lama dibandingkan kalau kami tinggal identifikasi kandidat yang baik untuk target akuisisi,” katanya.
Hendry mengatakan, perseroan juga memiliki rencana untuk menerbitkan obligasi dengan nilai sekitar Rp1 triliun. Namun, sayangnya kondisi pasar obligasi saat ini sedang turun sehingga bukan momentum yang baik bagi perseroan untuk menerbitkan obligasi.
Rencana penerbitan obligasi ini belum dibahas dalam RUPSLB hari ini.