Bisnis.com, JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyiapkan lima saham untuk dimasukkan ke dalam stock option, produk derivatif yang disiapkan. Saat ini, bursa masih menyusun kriteria untuk menentukan anggota stock option tersebut.
Ada beberapa acuan yang akan digunakan, di antaranya adalah saham tersebut harus memiliki likuiditas yang tinggi dan memiliki kapitalisasi pasar atau market cap yang cukup besar.
"Bursa akan memilih untuk tahap awal maksimal lima saham yang terbesar dan terlikuid. Ini akan bisa digunakan untuk lindung nilai atau hedging saat harga saham fluktuatif," kata Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan kepada Bisnis.com, Senin (28/5/2018).
Pasar modal di Tanah Air memang terbilang minim produk derivatif. Sejauh ini hanya ada Kontrak Berjangka berbasis Indeks Efek (KBIE) yaitu Kontrak Berjangka Indeks Efek LQ-45 atau yang kerap disebut LQ-45 Futures yang diluncurkan kembali pada 2016 silam.
Dengan produk ini, investor yang memiliki saham emiten yang masuk dalam Indeks LQ45 dapat membeli kontrak berjangka indeks efek (KBIE) LQ45 sebagai sarana hedging. Tiga periode kontrak hedging yang ditawarkan yakni 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan.
Initial margin kontrak hedging ini ditetapkan sebesar 4% dari harga indeks efek dikali jumlah kontrak dan multiplier senilai Rp500.000 per poin indeks. Adapun auto rejection kontrak LQ45 Futures dipatok 10% dan tingkat leverage 25 kali.
Sementara itu, pada 2004 lalu PT Bursa Efek Jakarta menghadirkan Kontrak Opsi Saham (KOS). Perdagangan opsi ini menggunakan lima saham induk yakni PT Astra International Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., PT Indoofood Sukses Makmur Tbk., PT HM Sampoerna Tbk., serta PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Dengan kata lain, bursa mencoba peruntungan untuk mengaktifkan kembali produk derivatif dengan tujuan selain menjadi lindung nilai juga akan meningkatkan transaksi di pasar modal.
"Kalau LQ45 Future itu kan indeks, nanti akan kami siapkan untuk stock option yang pemilihannya tergantung market cap dan terutama likuiditas karena itu yang menentukan saham bisa jadi bagian option atau tidak," jelas Nicky.
Mengacu pada data BEI, lima saham dengan market cap terbesar adalah PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) senilai Rp558 triliun, PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) Rp448 triliun, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI), Rp397 triliun, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) Rp372 triliun, dan PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) Rp359 triliun.
Analis PT Samuel Sekuritas Indonesia Muhamad Alfatih menilai, rencana untuk menghadirkan produk derivatif ini bagus untuk meningkatkan nilai transaksi serta jumlah investor.
Dia mengingatkan, bursa harus belajar dari pengalaman 2004 silam sehingga produk sejenis yang dihadirkan sekarang lebih bisa bertahan lebih lama. "Pelengkapan produk ini sangat bagus, tapi perlu dipelajari kesalahan-kesalahan apa saja pada 2004 sehingga yang sekarang bisa sukses," harapnya.
Menurutnya, produk lindung nilai memang sangat dibutuhkan oleh investor, terutama yang berada di daerah. Karena biasanya investor di daerah terlalu berani mengambil risiko sehingga perlu proteksi untuk meminimalisasi kerugian.