Bisnis.com, JAKARTA - Harga nikel hampir kembali naik setelah lonjakan pada pekan lalu yang disebabkan oleh perpanjangan sanksi AS terhadap produsen logam Rusia.
Semua jenis logam kecuali aluminium mengalami penurunan harga pada Senin (23/4/2018). Nikel jatuh 3,4% menjadi US$14.320 per metrik ton pada bursa London Metal Exchange. Sementara itu, aluminium lanjut naik mendekati level tertinggi selama enam tahun karena pembeli terus mengalami kebingungan untuk mengganti pemasok akibat sanksi AS terhadap Rusal.
Pasar logam reli pekan lalu karena sanksi AS terhadap Rusal mengejutkan pasar aluminium dan khawatir menyebar ke nikel dan paladium. MMC Norilsk Nickel PJSC, salah satu pertambangan terbesar, menjadi target spekulasi trader karena dimiliki oleh miliuner Rusia Vladimir Potanin.
Harga aluminium naik 1,2% menjadi US$2.491 per ton pada Senin. Harga tersebut telah reli lebih dari 20% sejak 6 April lalu, saat sanksi diumumkan.
Sejumlah perusahaan dilarang melakukan pembelian ke Rusal sehingga mengakibatkan para perusahaan mulai melakukan pencarian besar-besaran untuk mendapat pasokan alternatif.
“Harga untuk penambahan nilai pada produk aluminium telah melambung di AS dan Eropa,” ujar Colin Hamilton, direktur manajer riset komoditas di BMO Capital Markets, dilansir dari Bloomberg, Senin (23/4/2018).
“Hanya melihat harga perdagangan sekarang, dapat dilihat dampak dari pengetatan pasar aluminium pada konsumen tetap semakin besar. Kami berekspektasi kebingungan atas kelangkaan material akan berpengaruh pada harga aluminium untuk empat minggu kedepan,” ujar Hamilton.
Volume perdagangan aluminium pada Senin ini tergolong ringan, berdasarkan analisis dari Alastair Munro, analis Marex Spectron. Total volume perdagangan elektronik LME tercatat sebanyak 4.290 kontrak pada 19.01 WIB, lebih sedikit dari setangah rata-rata dalam 20 hari.