Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Tarif AS-China 'Gencatan Senjata', IHSG Diramal Bullish Jangka Pendek

AS dan China mencapai kesepakatan sementara soal tarif yang membawa harapan redanya perang dagang. Pasar saham Indonesia pun diproyeksikan bullish.
Investor mengamati layar yang menampilkan pergerakan harga saham di Jakarta, Rabu (Rabu (7/5/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Investor mengamati layar yang menampilkan pergerakan harga saham di Jakarta, Rabu (Rabu (7/5/2025). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham Indonesia diperkirakan bergerak bullish setelah AS dan China mencapai kesepakatan sementara soal tarif impor. Adapun, kemajuan baik di dalam hubungan dagang dua negara ekonomi terbesar di dunia itu membawa berkah ke pasar negara berkembang.

Sinyal meredanya perang dagang terlihat dari tercapai kesepakatan antara AS dan China pada Senin (12/5/2025). Dalam kesepakatan itu, kedua negara akan memangkas tarif yang tinggi satu sama lain selama 90 hari. 

Investment Analyst PT Capital Asset Management Martin Aditya mengatakan sinyal deeskalasi perang dagang tampaknya akan menjadi katalis positif dalam jangka pendek bagi pasar modal Indonesia.

"Saat ini juga saya melihat inflow masih pada fixed income dan emas sambil menunggu AS dan China benar-benar berkomitmen tinggi terkait kebijakan pengenaan tarif, namun dalam jangka pendek kemungkinan terdapat inflow pada pasar saham," ujar Martin kepada Bisnis pada Selasa (13/5/2025).

AS mengatakan akan memangkas tarif yang dikenakan pada impor China menjadi 30% dari 145%. Sementara China mengatakan akan memangkas bea masuk pada impor AS menjadi 10% dari 125%.

Artinya, dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu punya waktu tiga bulan untuk berunding sebelum masa penurunan tarif berakhir. Meski ketidakpastian belum sepenuhnya hilang, sinyal deeskalasi dinilai akan mengubah arah ekspektasi investor, dari risk-off menuju risk-on.

Namun, setelah 90 hari ataupun di tengah-tengah dalam 90 hari masa berunding, tetap dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tak terduga yang membuat pasar keuangan menjadi volatil.

Alhasil, tidak ada kepastian yang kuat untuk rotasi terutama melihat harga emas juga masih koreksi di level yang normal atau belum ada tanda-tanda outflow besar-besaran dari emas. 

"Jika ada katalis positif sudah pasti aset class saham yang berpotensi rebound paling kencang terutama perusahaan berkapitalisasi besar seperti industri perbankan, industri dan komoditas," ujar Martin.

Pasar modal Indonesia juga berpotensi menjadi tujuan investasi investor asing karena Indonesia salah satu negara pada emerging market yang memiliki stabilitas makro cukup baik serta memiliki yield SBN yang cukup atraktif dibanding negara-negara berkembang lainnya.

Dalam konteks pasar saham secara khusus, sektor perbankan, komoditas, transportasi dan logistik diuntungkan dengan adanya deeskalasi perang dagang.

"Pastinya akan ada potensi inflow pada saham walaupun kemungkinan hanya dalam jangka pendek," tutur Martin.

Inflow dari investor domestik juga terjadi karena mereka melihat pelemahan tensi perang dagang antara AS dan China diharapkan akan menormalkan lagi kegiatan ekspor impor dengan tarif yang normal.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper