Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) berpotensi kian longsor seiring dengan kenaikan pasokan di Malaysia.
Berdasarkan data Bloomberg, harga CPO kontrak pengiriman Juli 2025 di Bursa Derivatif Malaysia naik 3,2% menjadi 3.937 ringgit per ton. Hingga tengah hari tadi, harga sudah turun 12% sejak awal tahun (year-to-date/ytd).
Adapun, pasokan CPO di Malasyai mencatatkan kenaikan tertinggi sejak Agustus 2023 seiring dengan kenaikan produksi di negara penghasil CPO terbesar kedua di dunia itu. Dengan stok yang melimpah, timbul kekhawatiran harga bakal jatuh lagi.
Adapun, pasokan CPO yang tinggi akan menambah tekanan terhadap pergerakan harga yang sudah anjlok 25% sejak menyentuh level tertingginya pada November 2024. Bahkan, salah seorang pelaku pasar Dorab Mistry mengatakan harga CPO bsia saja tumbang ke level terendahnya di 3.500 ringgit per ton pada Juni - November 2025 apabila kondisi pasokan terus meningkat.
Data kelapa sawit Malaysia menunjukkan pasokan meningkat 19% secara bulanan (MoM) menjadi 1,87 juta ton pada April 2025. Realisasi itu di atas survey Bloomberg sebesar 1,79 juta ton dan membawa pasokan ke level tertingginya dalam enam bulan.
Direktur Pelindung Bestari Paramalingam Supramaniam memnilai pemulihan produksi akan mengerem laju kenaikan minyak kelapa sawit belakangan ini.
"Ini laporan bearish dan menunjukkan kita mulai memasuki bulan-bulan musim produksi tinggi," kata Supramaniam, dikutip Bloomberg, Selasa (13/5/2025).
Kenaikan secara bulanan kali ini merupakan yang tertinggi sejak Mei 2023, melanjutkan kenaikan 17% pada bulan sebelumnya. Sedangkan ekspor meningkat 10% MoM menjadi 1,1 juta ton pada April, sedikit di bawah prediksi sebesar 12%.
Pelaku pasar saat ini mencermati permintaan ekspor yang diharapkan dapat mengerek harga. Kendati hubungan India dan Pakistan memanas dan menimbulkan kekhawatiran terhadap permintaan CPO dari sana, harga CPO yang terdiskon dari harga minyak kedelai saat ini masih dinilai bisa menjadi daya tarik permintaan CPO.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.