Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) menyentuh level tertinggi dalam lebih dari tiga tahun pada akhir perdagangan Kamis (12/4/2018), di tengah kekhawatiran tercetusnya konflik akibat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah yang dapat mengganggu pasokan.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei 2018 naik 25 sen dan berakhir di US$67,07 per barel di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Juni 2018 turun tipis 4 sen dan ditutup di US$72,02 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London. Minyak mentah acuan global ini diperdagangkan premium US$5,07 terhadap WTI Juni.
Bursa minyak di New York memperpanjang kenaikannya di atas US$67 per barel, setelah menguat sekitar 2% pada Rabu, ke level tertinggi sejak Desember 2014.
Tingkat kepatuhan OPEC terhadap kesepakatan pengurangan output mencapai rekor untuk bulan kelima berturut-turut. Sementara itu, pengiriman dari anggota-anggota kelompok ini diperkirakan akan turun dalam empat pekan hingga 28 April, menurut Oil Movements.
Dilansir Bloomberg, Presiden Donald Trump mengatakan akan bertemu dengan penasihat keamanan nasional untuk membahas tanggapan AS atas dugaan serangan senjata kimia terhadap warga sipil oleh rezim di Suriah.
Arab Saudi, pengekspor minyak terbesar, pada Rabu (11/4) dikabarkan memintas sebuah rudal balistik yang ditembakkan oleh pemberontak Yaman pro-Iran di atas ibukotanya, hanya beberapa jam setelah Trump memperingatkan Amerika sedang bersiap untuk menyerang Suriah.
WTI namun sempat tergelincir pada awal sesi perdagangan, ketika Presiden Donald Trump dalam akun Twitter-nya menuliskan tidak pernah menentukan kapan tepatnya serangan terhadap Suriah akan terjadi.
“Pasar minyak sangat terkait dengan ketegangan geopolitik, terutama jika berada di Timur Tengah, jantung ekspor minyak global,” ujar Fatih Birol, direktur eksekutif International Energy Agency (IEA) kepada Bloomberg Television.
“Jika ketegangan terus berlanjut, maka akan terus berdampak pada pasar minyak dan harga. Tentunya, ini akan menjadi alasan untuk mendorong harga naik,” tambah Birol.
Ukuran volatilitas harga minyak yang melonjak pekan ini akibat spekulasi meningkatnya konflik di Timur Tengah dapat menghambat produksi minyak mentah dan menyurutkan pasokan global, mengerek harga.
Pada saat yang sama, tetap ada kekhawatiran bahwa melonjaknya produksi AS akan menghambat upaya OPEC dan aliansinya untuk memperketat pasar serta mendorong harga naik.