Bisnis.com, JAKARTA - Analis menilai tren penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang terjadi sejak bulan lalu bisa dimanfaatkan investor untuk melakukan pembelian sejumlah saham.
Sebagai informasi, aksi profit taking membuat kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) terkontraksi 6,18% selama sebulan terakhir menuju level 6.210,69 pada penutupan perdagangan pekan silam.
Berdasarkan data Bloomberg, lima emiten yang terkontraksi dan dampak paling besar terhadap IHSG adalah PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM), PT Astra International Tbk. (ASII), PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) dan PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR).
Dalam sebulan terakhir, lima emiten blue chip di atas masing-masing telah terkontraksi 13,74%, 8,73%, 9,06%, 6,67% dan 5,6%.
Sementara itu, lima saham emiten lapis dua yang kini menorehkan kinerja positif terhadap IHSG adalah PT Mayora Indah Tbk. (MYOR), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. (INKP), PT Bank Mega Tbk. (MEGA), PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk. (TKIM), dan PT Indoritel Makmur Internasional Tbk. (DNET) masing-masing naik 16,67%, 13,67%, 31,33%, 35,73% dan 15,56%.
Research analyst Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy mengatakan, penurunan IHSG sejalan dengan aksi profit taking dari investor pasar modal. Selain itu, neraca perdagangan Indonesia sampai dengan Februari 2018 tercatat US$0,12 miliar, turun dari US$0,76 miliar pada Januari 2018. Secara kumulatif Januari-Februari 2018, neraca perdagangan Indonesia tercatat defisit 0,87 miliar dolar AS.
Selain defisit neraca perdagangan, kata Robertus, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mendekati Rp13.700 hingga Rp13.800 per dolar, menjadi alasan yang sangat jelas bagi investor untuk merealisasikan keuntungan.
Menurutnya, penurunan ini hanya akan sementara saja, mengingat akan ada aktivitas pembagian dividen pada April 2018. Dia mengharapkan, aksi tebar-tebar dividen tersebut bisa menjadi penopang saham-saham emiten yang sempat menurun.
Dia mengungkapkan, saham-saham yang sudah turun cukup dalam seperti perbankan dan pertambangan, khususnya yang masuk dalam indeks LQ45, bisa dijadikan pilihan untuk berinvestasi kembali.
Baginya, BBNI, BMRI, PTBA, BUMI dan ADRO bisa dijadikan pilihan untuk dibeli kembali. Untuk investor yang berencana berinvestasi jangka panjang, kata Robertus, bisa membeli saham bank yang telah turun cukup dalam.
Terpisah, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) Samsul Hidayat mengungkapkan, pasar saat ini memang cenderung fluktuatif, karena pengaruh global yang sebagian mengalami penurunan. Menurutnya, hal itu terjadi karena rencana AS yang ingin menaikan kembali suku bunga Fed Funds Rate (FFR).
Sebelumnya, Federal Reserve telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,5% hingga 1,75%. Di sisi lain, Gubernur Bank Sentral Amerika Jerome Powell juga berencana akan menaikkan hingga dua kali FFR.
Kendati begitu, Samsul mengatakan, bahwa fundamental ekonomi Indonesia cenderung cukup bagus. Dia mengatakan, ketidakpastian di Amerika Serikat juga akan berpengaruh pada keputusan investor dalam berinvestasi.
"Mungkin mereka hold dulu. Insyaallah dengan fundamental yang cukup baik, saya kira mereka akan tetap di Indonesia," tutur Samsul.