Bisnis.com, JAKARTA-- Emiten batu bara PT Borneo Olah Sarana Sukses Tbk., (BOSS) menargetkan pendapatan perusahaan pada 2018 naik 3 kali lipat menjadi US$60 juta atau sekitar Rp810 miliar (1US$=Rp13.500).
Presiden Direktur BOSS Freddy Tedjasasmita menyampaikan, pada tahun ini perseroan menargetkan pendapatan senilai U$60 juta. Nilai target itu dapat tercapai dari estimasi penjualan batu bara pada 2018 sebesar 800.000 ton.
"Kami targetkan produksi bisa meningkat lebih dari 3 kali lipat dari tahun lalu menjadi 800.000 ton, sehingga menaikkan nilai pendapatan," tuturnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (15/2/2018).
Pada 2017, perusahaan mengestimasi pendapatan sejumlah US$20 juta, atau sekitar Rp270 miliar dengan estimasi nilai tukar 1US$ sama dengan Rp13.500. Per kuartal III/2017 perusahaan membukukan penjualan senilai Rp120,6 miliar dan laba bersih Rp20,8 milar.
Freddy mengungkapkan, untuk memacu penjualan, BOSS berencana menambah produksi melalui PT Pratama Bersama (PB) yang memiliki kualitas batu bara 6.300-6.885 kilo kalori per kilogram (Kcal/kg) pada pertengahan 2018.
Saat ini, perusahaan hanya mengandalkan produksi dari PT Bangun Olahsarana Sukses (BOS). BOS memiliki kualitas batu hitam 6.517-7.128 Kcal/kg. Kendati memiliki kalori tinggi, kandungan sulfur dan abu masing-masing di bawah 0,6% serta 6%.
Di samping menambah konsesi produksi baru, BOSS berencana membangun infrastruktur seperti pelabuhan dan jalan sepanjang 16 kilometer untuk menyatukan semua operasional perusahaan di Kab. Kutai Barat, Kalimantan Timur. Dengan langkah tersebut, perusahaan dapat menghemat biaya transportasi. "Untuk biaya tongkang kami perkirakan bisa ada penghematan US$5--US$6 per ton," ujarnya.
Tahun ini, perseroan menganggarkan belanja modal sekitar Rp70 miliar. Dana itu tentunya bisa didapatkan dari hasil penawaran umum saham perdana atau Initial Public Offering (IPO).
Pada Kamis (15/2/2018), BOSS secara resmi menjadi emiten yang kedua melantai di BEI pada tahun ini. Perseroan menawarkan 400 juta saham atau 28,57% dari modal ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan kepada investor.
Harga penawaran saham saat itu sebesar Rp400 sehingga perusahaan meraih dana hasil IPO senilai Rp160 miliar.
Menurut Freddy, dana hasil IPO digunakan untuk melunasi utang ke Bank Victoria International Tbk., sebesar Rp50 miliar. Selebihnya perseroan mengalokasikannya ke dalam keperluan ekspansi, seperti penyediaan infrastruktur dan penambahan alat.