Bisnis.com, JAKARTA — PT Mandiri Manajemen Investasi akan kembali meluncurkan produk investasi alternatif berbentuk kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK-EBA) pada peruh kedua tahun ini.
Adapun, sektor yang disasar adalah infrastruktur dengan nilai minimal sekitar Rp2 triliun. Hanya saja, perseroan masih belum memberikan secara detail terkait dengan aset yang dimaksud.
"Yang pasti ini infrastruktur. Bisa jalan tol, atau yang lain karena kemungkinan kami juga menjajaki beberapa alternatif lagi," kata Direktur Pemasaran dan Produk PT Mandiri Manajemen Investasi Endang Astharanti di Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Dia menambahkan, perseroan akan menggandeng BUMN untuk memancing minat dari para investor. Dengan kata lain, aset yang dipilih merupakan proyek yang dijalankan atau dioperasikan oleh perusahaan pelat merah.
Alasannya, proyek infrastruktur yang dijalankan oleh BUMN memiliki nilai tawar lebih tinggi di mata investor. Hal ini membuat pemasaran produk bisa berjalan dengan lancar. "Permintaan investor terhadap proyek BUMN itu lebih tinggi," sambungnya.
Dia mengatakan, peluncuran produk baru bisa dilakukan pada paruh kedua lantaran masih harus melengkapi berbagai dokumen. Ini berbeda dengan reksa dana konvensional, yang mana bisa langsung diluncurkan ketika perseroan telah menyiapkan produknya.
Sementara itu, dia memandang bahwa nilai Rp2 triliun cukup realistis. Bahkan, Endang berharap perseroan bisa menghimpun dana lebih. "Inginnya lebih dari itu. Tapi rasanya angka Rp2 triliun sudah cukup acceptable," ujarnya.
Efek beragun aset sering dimanfaatkan oleh manajer investasi untuk membantu pendanaan berbagai proyek pemerintah, seperti jalan tol, perumahan, dan infrastruktur listrik. Ini merupakan salah satu bentuk kontribusi swasta terhadap pembangunan proyek infrastruktur pemerintah.
Bukan kali ini saja Mandiri Investasi meluncurkan KIK-EBA. Tahun lalu, Mandiri Investasi juga meluncurkan produk sekuritisasi bernama KIK EBA Mandiri JSMR01-Surat Berharga Pendapatan Tol Jagorawi (KIK EBA Mandiri JSMR01) dengan nilai Rp2 triliun.
Sebelumnya, Direktur Utama Danareksa Investment Management Marsangap P. Tamba menyampaikan, pada 2018 salah satu fokus perseroan ialah meningkatkan dana kelolaan melalui investasi alternatif, seperti RDPT ataupun KIK EBA. Diperkirakan dua produk yang diluncurkan menyumbang dana kelolaan sekitar Rp4 triliun.
Pada 2017, perusahaan sukses meluncurkan KIK EBA PT Indonesia Power senilai Rp4 triliun. KIK-EBA Danareksa Indonesia Power PLN1 ini memiliki underlying piutang usaha tagihan listrik dari PT Indonesia Power ke induknya, yakni PT PLN (Persero).
Danareksa juga meracik RDPT Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Majalengka dengan penggalangan dana Rp1 triliun. Artinya, tahun lalu perseroan mendulang pendanaan sebesar Rp5 triliun dari produk alternatif.
Menurut Sangap, kesulitan penerbitan produk investasi alternatif ialah sejumlah proses seperti due diligence, penilaian proyek sebagai underlying, dan meyakinkan nasabah untuk berinvestasi jangka panjang. Proses ini sangat kondisional, sehingga sulit diprediksi kapan bisa dirampungkan.
Ditemui terpisah, Presiden Direktur Bahana TCW Edward Lubis menuturkan bahwa perusahaan berencana meluncurkan dua produk investasi alternatif dalam bentuk RDPT atau KIK EBA. Proyek yang menjadi underlying aset ialah konstruksi dan jalan tol.
“Sebenarnya kita juga melihat ada potensi pelabuhan. Tapi sementara yang konstruksi dan jalan tol. Mudah-mudahan semester I/2018 bisa diluncurkan,” tuturnya.