Bisnis.com, JAKARTA - Tren memanasnya harga komoditas energi pada 2018 diperkirakan turut mengerek kinerja emiten tambang sekaligus harga sahamnya. Saham emiten apa saja yang diperkirakan menghangat?
Tahun 2018 dibuka dengan optimisme IHSG akan kembali menembus rekor-rekor tertinggi. Sektor utama pendorong indeks ialah pertambangan, yang menanjak 10,65% secara year to date (ytd) per Jumat (12/1/2018). Pertumbuhan ini melampaui 8 sektor saham lainnya.
Peningkatan harga komoditas energi seperti minyak dan batu bara tampaknya menjadi pertimbangan investor untuk membeli saham-saham pertambangan. Mereka yakin penguatan harga komoditas turut mengerek kinerja emiten sektor tersebut.
Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, harga minyak WTI kontrak teraktif Februari 2018 berada di level US$64,30 per barel, sedangkan minyak Brent kontrak Maret 2018 di posisi US$69,87 per barel. Harga WTI mendekati level tertinggi sejak Desember 2014, serta melampaui rata-rata 2017 di posisi US$50,85 dan 2016 di level US$43,27.
Dalam waktu yang sama, harga batu bara Newcastle kontrak Februari 2018 berada di level US$103,95 per ton. Adapun, harga batu bara Rotterdam kontrak Januari 2018 menanjak ke posisi US$95,55 per ton.
Berdasarkan data Bloomberg yang diolah Bisnis.com, dari 10 emiten tambang berkapitalisasi pasar paling besar secara ytd, 7 di antaranya mengalami kenaikan. Adapun, 2 lainnya merosot, sedangkan 1 saham stagnan.
Senior analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan menyampaikan, rerata harga batu bara pada tahun ini diperkirakan berada di level US$80 per ton, atau sama seperti tahun sebelumnya. Harga yang kini berada di kisaran US$100 per ton dapat mendingin pada semester 1/2018 seiring dengan membaiknya cuaca di China, sehingga permintaan batu hitam melambat.
Namun demikian, sebagai produsen dan konsumen batu bara terbesar di dunia, pemerintah Negeri Panda menjaga harga batu bara berada di kisaran wajar US$80 per ton. Di samping itu, batu bara mendapat dorongan dari memanasnya harga minyak global dan tertundanya kedatangan alat berat, sehingga aktivitas produksi terkendala.
"Kebijakan pengurangan polusi China dan naiknya penambahan kapasitas PLTU membuat ekspor brown coal dari Indonesia akan meningkat," paparnya dalam riset.
Mirae memberikan outlook overweight terhadap saham sektor batu bara. Saham pilihan utama ialah ADRO dengan target harga Rp2.425. Menurut Andy, perusahaan diuntungkan dengan produk batu bara yang ramah lingkungan.
Saham lain yang dapat menjadi perhatian ialah PTBA dan ITMG. Masing-masing memiliki target harga Rp3.225 dan Rp24.300 sampai akhir 2018.
Analis NH Korindo Sekuritas Yuni juga memberikan rekomendasi beli terhadap ADRO dengan target harga Rp2.570 yang mencerminkan price earning ratio (PE) 7,3x, menurun dari tahun sebelumnya 9,2x. Sentimen yang menopang saham ialah kenaikan penjualan dan harga batu bara.
Per kuartal III/2017, harga jual rata-rata (ASP) batu bara ADRO sebesar US$59 per ton, tertinggi sejak akhir 2013. Melihat harga batu bara global yang sudah menembus US$100 ton, ruang kenaikan ASP produk perseroan masih sangat terbuka.
Equity analyst Sinarmas Sekuritas Richard Suherman memberikan rekomendasi overweight terhadap sektor emiten batu bara pada 2018. Dari sisi kinerja, perusahaan memiliki peluang memacu produksi di tengah tingginya permintaan domestik untuk pembangkit listrik dan pasar global, terutama dari China serta India.
Di samping itu, rerata harga batu hitam pada 2018 diprediksi memanas menjadi US$80 per ton dari sebelumnya US$75 per ton karena kuatnya faktor fundamental suplai dan permintaan.
"Sebagian besar emiten batu bara yang berada di cakupan riset kami juga memiliki PE di bawah rata-rata 5 tahun mereka. Valuasi saham batu bara domestik tampaknya masih berpotensi meningkat," paparnya.
Saham emiten sektor tambang pilihan Richard ialah ADRO dengan target harga Rp2.100 yang mencerminkan PE 8,5x. PTBA, HRUM, UNTR, DOID juga mendapat rekomendasi beli dengan target harga masing-masing Rp2.250 (PE 7,4x), Rp2.040 (PE 8,8x), Rp33.500 (PE 16,2x), dan Rp815 (PE 8,3x).
Adapun ITMG hanya mendapat peringkat netral dengan target harga Rp21.700 (PE 7,7x). UNTR sebetulnya masuk ke dalam sektor saham perdagangan. Namun, menurut Richard, operasional emiten alat berat tersebut memiliki korelasi erat dengan aktivitas pertambangan.
Analis Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri menuturkan, harga batu bara pada 2018 diperkirakan mengalami konsolidasi menuju rerata US$78 per ton, terkoreksi dari tahun sebelumya senilai US$85 per ton. Ada tiga faktor yang mendinginkan harga batu hitam.
Pertama, meningkatnya produksi batu bara China dan larangan impor di pelabuhan kecil. Kedua, pembatasan impor di India. Ketiga, penurunan konsumsi Korea Selatan.
Penurunan harga membuat laba bersih 5 emiten yang masuk ke dalam radar Danareksa diperkirakan menurun 5,9% year on year (yoy) pada 2018, setelah proyeksi melonjak 64,5% yoy pada 2017. Kelima emiten tersebut ialah ADRO, PTBA, ITMG, HRUM, dan UNTR.
Saham tambang batu bara pilihan utama ialah ADRO dan PTBA dengan target harga masing-masing Rp2.200 (PE 8,9x) dan Rp2.900 (PE 8,1x). Stefanus juga menyukai saham UNTR dengan target harga Rp38.000 (PE 14,5x) karena kinerja penjualan alat berat diprediksi turut meningkat.
Sementara itu, saham ITMG dan HRUM hanya mendapat rekomendasi hold dengan target Rp21.100 (PE 8x) dan Rp2.200 (PE 9x).
Jadi, melihat prospek harga komoditas energi yang memengaruhi kinerja emiten, apakah Anda tertarik menambah portofolio di sektor ini?