Bisnis.com, JAKARTA - PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) mencatatkan nilai penjualan sebesar Rp1,57 triliun pada 2016, atau terkontraksi 22,2% dari 2015.
Kondisi itu pun membuat UNSP kembali mencetak rugi. Adapun rugi komprehensif yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada 2016 mencapai Rp607,18 miliar. Rugi yang diatribusikan pada tahun lalu, mulai mengecil bila dibandingkan dengan 2015 yang sempat merugi hingga Rp1,02 triliun.
Direktur Utama UNSP, M. Iqbal Zainuddin mengungkapkan strategi peningkatan produktivitas berkelanjutan yang sedang dilakukan akan lebih banyak lagi dirasakan dampak positifnya dalam jangka menengah dan panjang.
“Kami optimis, dalam jangka menengah dan panjang nanti perusahaan ini akan kembali bangkit menemukan momentum yang terbaik menjadi salah satu perusahaan perkebunan yang memiliki fundamental bisnis yang kuat,” tulisnya dalam keterangan resmi, Jumat (5/5/2017).
Iqbal mengatakan akan fokus pada peningkatan produktivitas kebun dan pabrik dan perbaikan struktur permodalan. Pada 2016. penjualan UNSP ditopang oleh komoditas sawit dengan nilai penjualan Rp 1,15 triliun dan komoditas karet Rp 419 miliar.
Untuk mengurangi tekanan terhadap kinerja, UNSP terus melakukan serangkaian program revitalisasi perkebunan dan fasilitas produksi untuk menjaga produktivitas kebun inti sawit dan karet, ditengah diskon harga jual CPO (crude palm oil) domestik akibat kebijakan CPO Fund Pemerintah memungut US$50 per ton CPO untuk subsidi program biodiesel nasional, dan El-Nino yaitu kondisi cuaca ekstrim udara kering dan kurangnya curah hujan yang menyebabkan kemarau panjang dan kekeringan.
Baca Juga
EL-NINO
Sementara itu, Direktur & Investor Relations UNSP, Andi W. Setianto mengungkapkan perseroan bekerja keras dengan untuk mengatasi kondisi air di kebun akibat cuaca ekstrim El-Nino tahun lalu, untuk menjaga produktivitas kebun inti sawit dan karet. Dia mengungkapkan sesuai siklus tahunan, peningkatan produksi sawit mulai terlihat di kuartal III/2016 dan penurunan produksi sawit inti Perseroan sepanjang 2016 akibat El-Nino sesuai rata-rata nasional 10%.
Adapun gross profit margin disepanjang 2016 membaik ke 30,4% dari 25,6% di 2015. Andi menuturkan hal itu disebabkan oleh optimalisasi produktivitas pabrik dengan pembelian sawit dan karet dari petani yang tidak memiliki pabrik.
Menurut Andi, harga komoditas sawit utama yaitu CPO membaik dari level bulanan terendah US$530 per ton FOB Malaysia di Januari ke level tertinggi US$710 di Desember 2016. Lebih lanjut, Andi menyebut, kondisi El-Nino pada 2015 dan program biodiesel domestik menyebabkan berkurangnya ekspor pasokan sawit dunia untuk 2016.
Dia menilai kondisi di atas menjadi katalis perbaikan harga CPO di semester II/2016. Selain itu, kebijakan pungutan CPO Fund US$50 per ton untuk subsidi program biodiesel nasional menyebabkan diskon harga CPO domestik yang diterima Perseroan dan petani dari menjual CPO dan FFB (fresh fruit bunch) di pasar lokal.
Sebagai informasi, kini luas pertanaman sawit nasional kurang lebih 10 juta hektar, total produksi hanya sekitar 30 juta ton CPO per tahun, dengan bibit unggul maka potensi produktivitas bisa meningkat menjadi 80 juta ton CPO per tahun setelah program replanting.
Produktivitas bibit unggul UNSP bisa menghasilkan 35 ton buah sawit per hektar dan ekstraksi CPO nya 23%, atau sekitar 8 ton CPO per hektar per tahun, sesuai hasil lapangan bibit unggul Perseroan yang sudah disertifikasi. Melalui penggunaan bibit unggul, perseroan tidak akan menambah luas kebun.
UNSP melihat bibit unggul dan pendampingan petani pemilik lahan sawit nasional kurang lebih 4 juta hektar adalah kunci produktivitas berkelanjutan sawit sebagai komoditas strategis nasional.