Bisnis.com, JAKARTA - Bank Dunia memprediksi rerata harga logam industri meningkat 16% pada 2017 seiring dengan mengetatnya pasokan dan pertumbuhan permintaan.
Dalam laporan Commodity Markets Outlook April 2017 yang dirilis Rabu (26/4/2017), Bank Dunia menaikkan proyeksi pertumbuhan harga logam menjadi 16% year on year (yoy) pada 2017, dibandingkan laporan medio Januari 2017 yang menyebutkan kenaikan 11% (yoy).
Hal ini dipicu oleh langkah pengetatan pasokan, serta permintaan yang kuat dari China dan sejumlah negara maju lainnya.
Selain itu, ada kendala pasokan dari sejumlah tambang di Indonesia, Cile, dan Peru. Pemogokan pekerja dan perselisihan masalah kontrak di tambang-tambang raksasa telah mendorong kenaikan harga tembaga.
Seng diperkirakan menjadi pemimpin pertumbuhan logam, yakni 31,58% yoy menuju US$2.950 per ton dari 2016 senilai US$2.090 per ton. Kemudian, diikuti harga tembaga yang diprediksi meningkat 18,12% menuju US$5.750 per ton dari sebelumnya US$4.868 per ton.
Selanjutnya, harga timbal diperkirakan naik 17,85% yoy pada 2017 menjadi US$2.200 per ton dari tahun lalu US$1.867 per ton. Adapun, komoditas logam lainnya seperti nikel, bijih besi, dan timah juga akan bertumbuh dua digit.
Sementara itu, pada penutupan perdagangan Rabu (25/4/2017) di bursa London Metal Exchange (LME), harga aluminium meningkat 1,50 poin atau 0,08% menuju US$1.964,50 per ton. Sepanjang tahun berjalan atau year to date (ytd), harga menguat 16,04%.
Dalam waktu yang sama, harga tembaga tumbuh 9 poin atau 0,16% menjadi US$5.715 per ton. Secara ytd, harga naik 3,24%.
Sementara seng menguat 20,50 poin atau 0,79% menjadi US$2.626 per ton. Harga tumbuh 1,94% secara ytd.
Logam timbal juga meningkat 15 poin atau 0,69% menuju US$2.185 per ton. Secara ytd, harga naik 8,36%
Timah berhasil kembali menghijau 285 poin atau 1,45% menjadi US$19.910 per ton. Namun, secara ytd harga masih terkoreksi 5,75%.
Nikel menjadi satu-satunya logam yang melesu, yakni turun 90 poin atau 0,97% menjadi US$9.230 per ton. Secara ytg, harga merosot 7,88%.