Bisnis.com, JAKARTA - Harga tembaga diprediksi mengalami tren meningkat seiring dengan berkurangnya produksi dari sejumlah tambang raksasa dan bertumbuhnya permintaan.
Pada penutupan perdagangan Selasa (25/4/2017), harga tembaga di bursa London Metal Exchange (LME) meningkat 51 poin atau 0,9% menuju US$5.706 per ton. Sepanjang tahun berjalan, harga naik 3,08%.
Dane Davis, analis Barclays Plc di New York, menyampaikan meskipun harga tembaga mengalami tren meningkat, pasar masih belum bereaksi dengan kuat. Padahal, komoditas logam ini memiliki fundamental yang positif.
"Pasar tembaga memiliki cerita yang menarik karena harga belum bereaksi begitu kuat. Tampaknya pasar masih mempertimbangkan segala hal," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (26/4/2017).
Menurutnya, pada kuartal I/2017 faktor utama yang mengangkat harga tembaga ialah gangguan pasokan. Sementara, pada kuartal selanjutnya, harga akan didorong oleh kenaikan permintaan, terutama dari China.
Sebelumnya pada Februari 2017, logam yang digunakan untuk kabel dan pipa ini naik ke posisi US$6.204 per ton, level tertingi sejak Mei 2015. Sentimen utama yang mendorong harga ialah berhentinya produksi di tambang Grasberg, Indonesia dan perseteruan antara BHP Billiton Ltd., dengan pekerja di tambang Escondida, Cile.
Dalam waktu dekat, pasar tembaga kembali mendapatkan sentimen positif dari berkurangnya suplai. BHP Billiton pada Rabu (26/4/2017) mengumumkan proyeksi produksi di tambang Escondida dalam 12 bulan yang berakhir 30 Juni 2017 akan menurun 18% menjadi sekitar 1,33 juta-1,36 juta ton dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,62 juta ton.
Berdasarkan tahun fiskal 2016, perusahaan mendapatkan 1,58 juta ton tembaga dari Escondida. Pada kuartal I/2017, produksi menurun 44% year on year (yoy) menjadi 227.000 ton dari sebelumnya 405.000 ton.
BHP juga memperkirakan produksi tembaga di Escondida pada tahun ayam api menjadi 780.000-800.000 ton. Angka ini lebih rendah 27% dari estimasi sebelumnya sejumlah 1,07 juta ton.
Sementara itu, harga tembaga juga ditopang adanya gangguan suplai dari tambang Grasberg, Indonesia karena belum bisa melakukan ekspor. Namun, izin pengapalan itu sudah terbit pada Jumat (21/4/2017).
PTFI mendapatkan jatah volume ekspor konsentrat tembaga sebanyak 1,11 juta wet metric ton (WMT) sampai 16 Februari 2018. Kendati demikian, produksi di tambang Grasberg masih dilakukan secara bertahap sesuai kapasitas penyerapan pasar.