Bisnis.com, JAKARTA — Analis Citigroup Inc. meramalkan harga tembaga akan mencapai US$10.000 per ton dalam tiga bulan mendatang. Pasar global akan tetap ketat hingga jadwal tarif impor Amerika Serikat menjadi lebih jelas.
Logam ini telah naik dalam beberapa minggu terakhir setelah Presiden Donald Trump memerintahkan penyelidikan terhadap impor tembaga, yang memicu serbuan pengiriman ke AS sebelum pungutan impor apa pun. Tembaga di Bursa Logam London baru saja mencapai titik tertingginya sejak Oktober.
"Kami pikir pengetatan pasar fisik eks-AS kemungkinan akan berlanjut hingga Mei/Juni, untuk sementara mengimbangi hambatan harga dari pengumuman tarif AS yang lebih luas," tulis analis Citigroup termasuk Max Layton, dilansir dari Bloomberg, Kamis (13/2/2025).
Logam industri itu telah bertahan cukup baik meskipun ada kekhawatiran yang meningkat terhadap ekonomi AS karena Trump mengubah kebijakan perdagangan. Harga tembaga juga telah ditopang oleh kelangkaan bahan baku yang semakin meningkat karena permintaan tumbuh lebih cepat daripada kemampuan tambang dunia untuk berkembang.
Harga tembaga naik 0,3% menjadi US$9.797 per ton pada pukul 11:14 waktu Shanghai, memperpanjang kenaikannya tahun ini menjadi hampir 12%.
Di China, otoritas telah mengeluarkan lebih banyak lisensi untuk ekspor karena pabrik peleburan di produsen utama dunia menghadapi kerugian yang semakin dalam di tengah persaingan ketat untuk konsentrat tembaga. Biaya pemrosesan telah memperdalam kemerosotan di bawah nol.
Baca Juga
Tarif section 232 Trump yang direvisi untuk baja dan aluminium mulai berlaku pada Rabu, (12/3/2025) memicu pembalasan dari Uni Eropa dan Kanada. Trump telah menjelaskan bahwa ia menginginkan tarif untuk tembaga, tetapi Departemen Perdagangannya harus terlebih dahulu melakukan penyelidikan dan mengembalikan rekomendasinya.
Pandangan Citi menandai perubahan dari proyeksi sebelumnya bahwa harga tembaga bisa turun menjadi US$8.500 per ton pada kuartal II/2025.
Bank tersebut mengatakan pihaknya masih memperkirakan akan terjadi penurunan setelah permintaan impor tembaga AS yang disebabkan oleh tarif runtuh, yang diperkirakan terjadi seiring semakin dekatnya penerapan tarif section 232.