Bisnis.com, JAKARTA--Harga logam industri yang diperdagangkan di bursa London Metal Exchange (LME) kompak mengalami pelemahan pada penutupan perdagangan Selasa (18/4/2017).
Sebagai informasi, bursa LME libur pada Jumat (14/4/2017) sampai dengan Senin (17/4/2017) dalam rangka perayaan Hari Paskah.
Peter Thomas, senior vice president metals broker Zaner Group LLC., mengatakan penurunan harga logam LME terjadi akibat pasar yang mempertanyakan realisasi rencana belanja infrastruktur Amerika Serikat dan keberlanjutan pertumbuhan permintaan China.
Dalam pidato kemenangannya sebagai presiden ke-45 AS, Donald Trump menyatakan akan menggelontorkan belanja infrastruktur sebesar US$1 triliun.
"Pasar semakin paranoid mempertanyakan dorongan permintaan dari AS dan China. Saat ini banyak yang beralih dari aksi beli menjadi profit taking," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (19/4/2017).
Pada penutupan perdagangan Selasa (18/4/2017), harga timbal memimpin penurunan sebasar 6,16% menjadi US$2.101 per ton. Sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd), harga masih meningkat 4,19%.
Kemudian dilanjutkan nikel yang merosot 4,51% menuju US$9.310 per ton. Secara ytd, harga merosot 7,09%.
Seng menjadi logam industri dengan penurunan harian ketiga terbesar, yakni 3,81% menjadi US$2.525 per ton. Secara ytd, harga melesu naik 1,98%.
Sementara tembaga meluncur 2,11% menuju US$5.572 per ton. Secara ytd, harga masih naik tipis 0,66%.
Aluminium merosot 0,89% menjadi US$1.892 per ton. Secara ytd, harga sudah meningkat 1,75%, tertinggi di antara logam industri lainnya.
Adapun timah, menjadi logam yang merosot paling rendah, yakni 0,66% menuju US$19.475. Secara ytd, salah satu komoditas mineral andalan ekspor Indonesia itu sudah menurun 7,81%.
Ryan McKay, commodities strategist TD Securities, menuturkan perlambatan properti China menjadi tolak ukur adanya kekenyangan pasokan baja, sehingga membebani pasar logam industri. Menurunnya permintaan perumahan mengindikasikan melesunya kebutuhan konstruksi.
"Harapan peningkatan permintaan logam yang sebelumnya meninggi saat ini sedang meredup. Lebih sedikitnya permintaan baja menandakan juga kurangnya permintaan untuk semua logam industri," paparnya.