Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah ditutup melemah sekitar satu persen pada perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), dalam perdagangan yang sepi setelah libur akhir pekan yang panjang, akibat pemberitaan kenaikan produksi minyak shale Amerika Serikat (AS) serta aksi profit taking pasca penguatan selama tiga pekan berturut-turut.
Harga minyak WTI kontrak Mei 2017 berakhir dengan pelemahan 1% atau 0,53 poin ke US$52,65 per barel, setelah dibuka turun 0,39% di posisi 52,97.
Patokan Eropa minyak Brent untuk kontrak Juni 2017 turut berakhir melemah 0,95% atau 0,53 poin ke US$55,36, setelah dibuka turun 0,61% atau 0,34 poin di posisi 55,55.
Energy Information Agency (EIA) kemarin melaporkan bahwa produksi minyak shale AS akan mengalami kenaikan bulanan terbesar dalam lebih dari dua tahun pada Mei.
Hal tersebut menambah kekhawatiran bahwa kenaikan jumlah produksi dapat merusak upaya para produsen teratas dunia untuk membatasi kelebihan suplai global.
Robert Yawger, director of energy futures di Mizuho Americas, mengatakan kondisi pasar turut mendorong aksi ambil untung. Para spekulan juga menaikkan prediksi kuatnya performa kedua kontrak minyak tersebut sepanjang pekan hingga 11 April.
Baca Juga
“Pasar mengalami overbought, jadi para pelaku jelas mencatatkan untung pada titik ini,” ujarnya, dikutip dari Reuters (Selasa, 18/4/2017).
Organisasi negara-negara pengekspor minyak bumi (OPEC) akan bertemu pada 25 Mei untuk mempertimbangkan perpanjangan upaya pemangkasan produksi hingga melewati paruh kedua tahun ini, demi mengurangi kelebihan suplai yang telah membebani harga minyak.
Iran memberi harapan bahwa negara-negara produsen OPEC dan non-OPEC akan memperpanjang upaya pemangkasan, namun Arab Saudi menyatakan masih terlalu dini untuk membahas hal tersebut.
“Sementara Arab Saudi dan Rusia berupaya mematuhi upaya mereka, kita melihat Irak dan sejumlah negara lainnya memproduksi lebih dari pangsa kuota mereka,” ujar Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates in Houston.