Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi Produksi Tumbuh, Harga Kakao Cenderung Pahit

Harga kakao diperkirakan pada 2017 diperkirakan menurun 10% seiring dengan proyeksi bertumbuhnya suplai dari dua produsen utama, yaitu Pantai Gading dan Ghana.
Pekerja memeriksa buah kakao di Sunggal, Deli Serdang, Sumut, Selasa (8/1). /Bisnis.com
Pekerja memeriksa buah kakao di Sunggal, Deli Serdang, Sumut, Selasa (8/1). /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA--Harga kakao pada 2017 diperkirakan menurun 10% seiring dengan proyeksi bertumbuhnya suplai dari dua produsen utama, yaitu Pantai Gading dan Ghana.

Pada perdagangan Rabu (8/2) pukul 18:04 WIB, harga kakao di ICE Futures kontrak Mei 2017 naik 9 poin atau 0,4% menjadi US$2.025 per ton. Angka ini menunjukkan harga terkoreksi 4,31% sepanjang tahun berjalan.

Tahun lalu, harga kakao merosot 33,26%. Tren menurun dimulai setelah 18 Agustus 2018 ketika harga mencapai US$3.070 per ton.

Laporan Bank Dunia menyebutkan harga kakao mengalami tren menurun sejak kuartal III/2016. Rerata harga saat itu mengalami koreksi menjadi US$2,99 per kg dari triwulan sebelumnya senilai US$3,1 per kg.

Harga kakao kian pahit karena mencapai US$2,3 per kg pada Desember 2016. Rerata harga keseluruhan pada tahun lalu berada di posisi US$2,89 per kg, turun 7,96% secara tahunan (year on year/yoy) dari 2015 senilai US$3,14 per kg.

Menurut Bank Dunia, catatan harga pada Desember 2016 menunjukkan nilai jual kakao global cenderung merosot dalam enam bulan berturut-turut. Pelemahan ini terjadi akibat proyeksi bertumbuhnya suplai global pada musim 2016-2017 sebesar 11% menjadi 4,4 juta ton, dari sebelumnya sejumlah 3,99 juta ton.

"Kenaikan produksi terutaam berasal dari produsen utama, yakni Pantai Gading dan Ghana," papar laporan yang dikutip Bisnis.com, Rabu (8/2/2017).

Peningkatan pasokan yang tidak secepat jumlah permintaan membuat harga kakao tertekan. Bank Dunia memperkirakan rerata harga kakao 2017 terkoreksi 10% yoy menjadi US$2,6 per kg.

Perusahaan riset Hightower Report dalam publikasinya akhir pekan lalu menyampaikan, selain pertumbuhan suplai, harga kakao tertekan oleh proyeksi permasalahan dalam sisi permintaan pasar.

Kebangkitan mata uang dolar AS mungkin sudah memberikan tekanan terhadap harga komoditas secara umum. Namun, merosotnya mata uang Eropa yang tertekan oleh greenback cukup membebani harga kakao.

"Pasalnya, industri pengolahan di Eropa berkontribusi terhadap lebih dari sepertiga penyerapan kakao global," tulis Hightower.

Dari sisi suplai, sebenarnya Pantai Gading sudah mengantisipasi surplus pasokan global dengan mengerem ekspor pada kuartal IV/2016 yang turun 15% yoy. Para pedagang takut harga kakao semakin merosot.

Pemerintah sudah meyakinkan pedagang setempat untuk melakukan penjualan daripada menumpuk stok di pelabuhan. Negara memastikan penurunan harga internasional tidak akan memengaruhi harga jual di tingkat petani.

Hightower menyimpulkan, dengan adanya permasalahan dari sisi permintaan yang ditambah dengan tertekannya mata uang Eropa, harga kakao masih dibayangi risiko penurunan.

Secara teknikal, level resistance dalam waktu dekat ialah US$2.146 dan US$2.164 per ton. Selama harga belum menembus angka US$2.179 per ton, tren menurun masih mendominasi komoditas tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper