Bisnis.com, JAKARTA- Pasar negara berkembang di Asia Tenggara tertekan pada hari ini, masih merespons kemenangan Donald Trump yang mengantarkannya sebagai presiden terpilih Amerika Serikat.
Bank sentral Malaysia dan bank sentral Indonesia melakukan intervensi untuk mencoba untuk membendung aliran uang dari saham dan obligasi.
Aksi jual dipicu kebijakan Trump yang dinilai akan mendorong inflasi, yang menyebabkan investor keluar dari pasar negara berkembang dan beralih ke aset berbasis dolar.
Seperti diketahui imbal hasil obligasi pemerintah AS dengan tenor 10 tahun melonjak 41 basis poin dalam dua hari terakhir, setelah investor segera menyesuaikan posisi.
“Pasar negara berkembang di Asia sangat rentan terhadap arus keluar uang panas, dan ketidakpastian global akaibat kegelisahan investor setelah kemenangan tidak terduga Trump.
Mata uang ringgit Malaysia dan rupiah melemah pada siang ini.
Gubernur Bank Sentral Malaysia Muhammad Ibrahim mengemukakan pihaknya memiliki tanggung jawab untuk memberitahu bank untuk mengambil langkah-langkah sementara guna menenangkan pasar
"Kami tidak mau didikte oleh faktor-faktor yang tidak ada hubungannya dengan fundamental negara," kata Ibrahim seperti dikutip Reuters, Jumat (11/11/2016).
Pada pk. 12.21 WIB, ringgit Malaysia melemah 1,61% ke level 4,35 per dolar AS.
Sementara itu imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun telah bertambah 22 basis poin sejak Rabu. Tecatat hampir 40% dari obligasi pemerintah Malaysia berada di tangan asing. Bursa saham Malaysia KLSE turun hampir 1%.
Pasar Indonesia yang telah menikmati aliran relatif tinggi ke saham dan pasar obligasi dalam beberapa bulan terakhir, membuat pasar rentan terhadap arus keluar uang panas di masa ketidakpastian ini.
Rupiah pada pk. 12.35 WIB, melemah 180 poin atau 1,37% ke Rp13.318 per dolar AS, setelah bergerak di kisaran 13.273-13.873. Menutup perdagangan sesi I, IHSG melemah 2,95% atau 160,99 ke 5.289,32.
Bank Indonesia menjual dolar untuk menstabilkan mata uang, kata para pedagang, tetapi masih jatuh ke level terendah empat bulan.
Yield obligasi pemerintah 10 tahun Indonesia melonjak pada hari Jumat ke 7,462% dari 7,417%. Asing memiliki 38,4% dari obligasi pemerintah Indonesia.
"Trump akan mendorong belanja negara. Fed mungkin menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diperkirakan untuk menjinakkan inflasi," kata Taye Shim, Analis Daewoo Securities seperti dikutip Reuters, Jumat (11/11/2016).
Bursa saham Filipina juga tertekan aksi jual, indeks jatuh lebih dari 2,5%. Namun peso Filipina stabil.