Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Karet Jatuh, Gapkindo Desak Inpres

Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) mengharapkan Jokowi segera mengeluarkan Instruksi Presiden untuk mengatur ketentuan mengenai penyerapan karet dalam negeri dalam proyek infrastruktur guna menyelamatkan harga komoditas itu yang semakin melebam.
Karet Alam
Karet Alam

Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) mengharapkan Jokowi segera mengeluarkan Instruksi Presiden untuk mengatur ketentuan mengenai penyerapan karet dalam negeri dalam proyek infrastruktur guna menyelamatkan harga komoditas itu yang semakin melebam.
 
Dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jumat (24/6/2016), Gapkindo memaparkan sejumlah tantangan industri karet nasional saat ini yang menyebabkan harga karet terus melandai jatuh.
 
Ketua Gapkindo Moenardji Soedargo menyatakan keputusan International Tripartite Rubber Council (ITRC) per 1 Maret 2015 untuk melakukan penahanan ekspor karet alam mampu menstimulus harga dari US$ 1/kg pada awal tahun ini, menjadi US$1,5/kg per Mei lalu.
 
Namun, pada sepanjang bulan ini harga karet kembali mengalami koreksi di kisaran US$1,3/kg. Sebagai catatan, harga tersebut sangat jauh dari harga tertinggi perdagangan karet pada 2011 yang sempat menyentuh US$5,5/kg.
 
“Upaya yang kami lakukan baru short term, kami mengharapkan pemerintah untuk memberikan daya tahan jangka panjang, salah satunya dengan inpres untuk penyerapan karet ini, dan rasanya momentumnya lebih jadi kuat sekarang,” katanya, usai audiensi dengan Presiden, di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (24/6/2016).
 
Adapun, Moenardji menyatakan kesiapan pengusaha untuk masuk ke sektor olahan karet tersebut apabila landasan hukum tersedia untuk memberikan jaminan kepada pelaku usaha.
 
“Presiden menanyakan apabila ini dilakukan, akankah ada pengusaha yang berinvestasi di sektor itu? Kami jawab bila Presiden mengeluarkan inpres dan sejenisnya, maka pengusaha pasti akan bersiap masuk ke sektor ini,” jelasnya.
 
Sebetulnya komitmen peningkatan penggunaan karet alam dalam negeri merupakan salah satu poin yang diputuskan oleh negara anggota ITRC, yakni Indonesia, Malaysia dan Thailand pada akhir 2015 lalu. Namun, belum ada landasan hukum sampai saat ini untuk mengakomodasi itu.
 
Setelahnya, wacana penggunaan karet alam selain untuk industri ban terus bergulir. Nantinya, investasi baru akan berkembang untuk menciptakan demand baru di sejumlah proyek infrastruktur, mulai dari pencampuran karet dengan aspal untuk pembuatan jalan, aspal karet atau dock vendor untuk fasilitas pelabuhan, serta pembuatan pintu-pintu air.
 
Menurut Moenardji, hal tersebut akan mendorong harga karet dalam jangka panjang, atau melengkapi skema jangka pendek yang telah diputuskan dalam ITRC yakni dengan cara mengurangi ekspor.
 
Dalam pertemuan itu, Gapkindo juga menyarankan rencana pemerintah untuk mewajibkan penjualan Standard Indonesian Rubber atau SIR melalui Bursa Karet Indonesia dilakukan secara voluntary, tidak mandatory untuk menolong harga karet yang kompetitif.
 
Adapun, pihaknya juga menyarankan pemerintah untuk melakukan peremajaan atau replanting kepada perkebunan karet secara komperhensif, guna memberikan daya tahan produksi untuk petani karet yang selama ini penghasilannya banyak terkikis.
 
Daniel Tirta Kristiadi, Direktur Operasional PT Kirana Megatara mengatakan dengan replanting secara masif, diperkirakan petani karet yang mengalami dampak terparah anjloknya harga, mendapatkan penghasilan tambahan hingga 50% dari kondisi saat ini.
 
Dia mengatakan dari total produksi karet nasional sebanyak 3,2 juta ton tahun lalu, petani karet yang berjumlah 6 juta menghasilkan karet secara direct sebesar 2,5-3 juta ton.

“Produkktivitas rendah ini yang membuat supply bahan baku di Indonesia itu sangat kurang dibandingkan dengan kapasitas pabrik yang menyerap, ini yang perlu jadi perhatian pemerintah ke depan,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Irene Agustine
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper