Bisnis.com, JAKARTA- JAKARTA--Meskipun sedang mengalami tren bearish, emas tetap dianggap menjadi salah satu investasi pilihan karena harga bakal bergerak positif dalam jangka panjang dan menembus level US$1.300 di akhir tahun.
Pada perdagangan Jumat (25/3) pukul 17:10 WIB harga emas Comex untuk kontrak Juni 2016 terkoreksi 2,1 poin atau 0,17% menjadi US$1.223,5 per troy ounce. Adapun emas Gold Spot naik 0,23 poin atau 0,02% menjadi US$1.217,05 per troy ounce. Sejak 10 Februari, pergerakan emas terlihat sangat volatil. Dalam sesi perdagangan akhir pekan ini, harga mencapai titik terendah dalam sebulan terakhir.
Padahal, pada 10 Maret batu kuning Gold Spot sempat mencapai level US$1.272,25 per troy ounce atau angka tertinggisejak September 2011. Posisi tersebut menjadikan kenaikan emas sebanyak 18,39% sepanjang tahun berjalan 2016. Kini, persentase itu merosot menjadi 13,26%. Peresentase itu terbilang wajar karena sejak 7 Maret, emas berjangka hanya mencatatkan nilai menghijau sejumlah tiga kali.
Para analis melihat tekanan terhadap logam mulia murni merupakan efek menguatnya mata uang dolar Amerika Serikat. Bloomberg Dollar Index naik dalam lima sesi berurutan atau mengalami reli terpanjang dalam dua bulan terakhir, sehingga memangkas daya tarik komoditas berdenominasi dolar AS. Meskipun demikian, Commodity Index Bloomberg menunjukkan emas memiliki kinerja terbaik dari 22 material lainnya. Di samping itu, peningkatannya sementara melebihi keuntungan dibandingkan sarana investasi lainnya seperti obligasi pemerintah, obligasi korporasi, dolar AS, dan ekuitas.
Faktor pemicu utama berkilaunya emas ialah karena investor mencari tempat berlindung di tengah gejolak keuangan. Alasan ekonomi global yang masih volatil inilah yang juga membuat The Fed menahan kenaikan suku bunga dalam rapat pekan lalu. Namun, pasar rupanya masih dibayangi sentimen dari putusan Bank Sentral AS tersebut. Mereka menimbang komentar The Fed yang tetap akan menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan.
Chief Market Strategist Long Leaf Trading Group di Chicago Tim Evans menuturkan, pasar masih dilanda kebingungan mengenai kapan The Fed akan menaikkan suku bunga. Walaupun data perekonomian AS dan penyerapan tenaga kerja terbilang positif, tetapi kondisi global yang belum menentu menjadi faktor yang menentukan pengambilan keputusan. "Namun, dengan kondisi perekonomian global yang tidak menentu, ini menjadi kabar baik bagi peningkatan permintaan sekaligus harga emas," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (25/3). Di hari sebelumnya, Kamis (24/3) waktu setempat
Presiden Federal Reserve St. Louis James Bullard menyampaikan, kemungkinan kenaikan suku bunga dilakukan dalam waktu dekat. Sementara sejumlah trader meyakini peluang instrumen tersebut bakal meningkat sebanyak 75% dari voting sebelumnya sekitar 42%. Ahli Strategi ABN Amro Group NV di Amsterdam Georgette Boele menuturkan, dalam waktu dekat dolar AS masih menjadi driver utama dalam pergerakan emas.
Melihat situasi belakangan ini, dia memprediksi sentimen jangka pendek masih agak negatif bagi logam mulia. Meskipun demikian, Boele meyakini harga emas dapat mencapai level US$1.370 di akhir tahun. Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, setelah pengumuman The Fed untuk tidak menaikkan suku bunga, harga komoditas memang serentak menghijau. Pasalnya, Bank Sentral AS memerhitungkan kondisi global yang masih belum pulih, sehingga menahan laju Fed Fund Rate (FFR) Dengan adanya penundaan, momen krusial akan terjadi pada Juni, karena The Fed kemungkinan besar bakal menaikkan suku bunga pada kuartal III dan kuartal IV masing-masing sebesar 25 basis poin.
"Juni akan menjadi penentuan [pergerakan suku bunga The Fed]. Ini akan krusial karena menentukan harga komoditas hingga akhir tahun 2016," tuturnya. Research and Analyst Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menuturkan, dalam waktu dekat sentimen yang mengoreksi harga logam mulia ialah penguatan dolar AS setelah Federal Open Market Committee (FOMC) pekan lalu. Meskipun demikian, harga logam tersebut tetap akan cerah hingga akhir tahun. Salah satu faktornya ialah The Fed yang tidak jadi menaikkan suku bunga sebanyak empat kali seperti yang direncanakan sebelumnya.
Dengan kondisi global yang belum terlalu pulih dan volatilitas harga minyak, lanjut Deddy, besar kemungkinan FFR baru naik di akhir 2016 seperti tahun lalu. Di sisi lain, tentunya investor tetap akan memburu logam mulia sebagai aset yang dianggap aman. Hingga akhir 2016, menurutnya, emas berpotensi menembus level US$1.300-an per troy ounce. Tahun lalu, komoditas tersebut sempat mencapai titik tertinggi di US$1.290-an, tetapi hanya mencapai posisi US$1.060 di akhir 2015.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Bloomberg, kendati harga sedang berada dalam tren menurun kepemilikan emas di bursa meningkat. Pada perdagangan Rabu (24/3) emas di exchange-traded funds naik tujuh hari berturut-turut menjadi 1.768,1 ton atau level tertinggi sejak Maret 2014.