Bisnis.com, JAKARTA - Situasi ekonomi global yang masih suram membuat investor disarankan untuk waspada menaruh portofolio investasi. Tidak hanya menguntungkan, tetapi juga harus aman. Apakah obligasi, saham, pasar uang, reksa dana, deposito, atau emas?
Analis PT Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar menyarankan investor untuk mengambil posisi pada portofolio reksa dana obligasi pemerintah berdenominasi rupiah dan dolar Amerika Serikat bagi investasi yang aman dengan return tinggi.
Surat utang negara (SUN) mata uang rupiah dan dolar AS disebut telah mencatatkan reli sejak awal tahun lebih dari 50-60 basis poin. Imbal hasil yang diberikan dari investasi di pasar SUN dapat dipotret melalui return reksa dana.
"Dua reksa dana inilah yang memberikan hasil terbaik untuk kuartal I/2016. Dibandingkan dengan investasi langsung di SUN, reksa dana lebih baik untuk meng-capture imbal hasil," katanya kepada Bisnis.com, Minggu (6/3/2016).
Dia menilai, investor harus memilih imbal hasil dan tenor bila berinvestasi langsung di pasar SUN. Obligasi ritel (ORI), misalnya, investor tidak dapat memilih untuk memindahkan investasinya ketika imbal hasilnya turun secara tiba-tiba.
Begitu pula jika imbal hasil obligasi ini terkoreksi. Dipastikan return reksa dana pasar uang bakal tertinggal. Sedangkan, reksa dana saham terbilang membutuhkan waktu lantaran menunggu penurunan suku bunga.
Pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia menjadi 7% diproyeksi bakal membuat imbal hasil obligasi juga terseret turun. Reli obligasi terjadi pada SUN dengan tenor panjang. Sehingga, bila reksa dana obligasi mulai mahal, investor baru akan berpindah ke reksa dana saham.
Sementara itu, instrumen investasi emas dinilai dibutuhkan untuk menutup angka inflasi. Menurutnya, mayoritas negara di dunia saat ini masih terjadi deflasi, sehingga investasi dalam instrumen emas tidak menjanjikan return untuk jangka pendek menengah.
Instrumen lain yang dapat dikoleksi dalam portofolio adalah saham. Investasi di saham dinilai jauh lebih memiliki risiko lantaran investor juga harus menganalisisi masing-masing portofolio mereka.
Di bawah saham, katanya, terdapat instumen investasi obligasi yakni pemerintah dan korporasi. Investasi dalam obligasi pemerintah dinilai paling aman bila dibandingkan dengan korporasi karena risiko gagal bayar terbilang minim.
Menurut dia, instrumen yang paling mampu memotret risiko kedua obligasi tersebut adalah reksa dana. Alasannya, reksa dana memberikan likuiditas dan diversifikasi, sehingga investor yang tidak memahami pasar modal secara tidak langsung akan menginvestasikan sesuai dengan portofolio manager investasi.
Manager investasi, katanya, memang bekerja untuk memantau dan menganalisis data-data ekonomi dunia untuk reksa dana yang dikelolanya. Dipastikan, pengelolaan reksa dana dilakukan secara profesional sesuai dengan profil investor.
Meski tidak dapat digeneralisir, sambungnya, investasi reksa dana bergantung pada tema, momentum, dan profil investor. Tahun lalu, misalnya, reksa dana saham tidak memberikan hasil yang menggembirakan.
Akan tetapi, pada 2014, reksa dana saham justru memberikan cuan yang tinggi. Sehingga, investasi di reksa dana tidak dapat disamakan antara satu investor dengan yang lainnya.
Tujuan investasi di produk reksa dana, katanya, akan berbeda bila dilihat dari profil investor. Misalnya, untuk investor berusia 25 tahun akan berbeda dengan usia 70 tahun.
Bagi investor berusia produktif, sambungnya, investasi reksa dana obligasi dengan tenor 15 tahun bakal memberikan return yang lebih bagus ketimbang saham. Sedangkan, investor berusia 70 tahun, reksa dana obligasi terbilang bukan pilihan tepat terutama dengan tenor-tenor pendek.
Pada saat bersamaan, instrumen investasi deposito perbankan diproyeksi akan memberikan penurunan imbal hasil. Pemangkasan BI Rate diproyeksi akan menyeret bunga deposito dalam 2-3 bulan ke depan.
Diperkirakan akan ada eksodus dana dari perbankan menuju obligasi pemerintah. Jika investor mencari likuiditas dana, diperkirakan akan beralih ke obligasi pemerintah dengan jangka pendek. Sedangkan, Dana Pensiun dan Asuransi diproyeksi bakal beralih ke obligasi pemerintah bertenor panjang 15-20 tahun dengan return tinggi.
"Akan ada pengalihan ke saham dan obligasi. Misalnya, bank memberikan bunga deposito itu 5% dengan margin bunga bersih 3%, menjadi sekitar 8%. Kalau imbal hasil obligasi 10%, bank akan memilih ke obligasi pemerintah," katanya.