Bisnis.com, JAKARTA - Tanpa berharap semakin banyak orang sakit, sektor jasa kesehatan, khususnya rumah sakit, punya ruang bertumbuh besar dalam beberapa tahun mendatang. Tak ketinggalan tantangan yang menyertainya.
Adalah PT Siloam International Hospital Tbk. dan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk., dua pemain besar di sektor ini. Bagaimana prospek kinerja sektor, berikut dua pemain tersebut?
Pasar rumah sakit di Indonesia utamanya didorong oleh pertumbuhan jumlah penduduk. Berdasarkan proyeksi populasi Indonesia yang diolah PT Samuel Sekuritas Indonesia, penduduk berusia 65 tahun ke atas akan mencapai 17 juta pada 2020.
Lebih menarik lagi, usia 15 tahun-64 tahun diprediksi mencapai 184 juta, juga pada 2020. Jumlah penduduk di rentang usia ini bertambah 17 juta sejak 2013. Sementara itu, usia 0 tahun sampai 14 tahun diproyeksi bertambah 2 juta orang menjadi 71 juta pada 2020.
"Kondisi tersebut akan menciptakan pasar permintaan layanan kesehatan yang potensial," tulis Akhmad Nurcahyadi, analis PT Samuel Sekuritas Indonesia, dalam riset yang terbit pada Kamis (18/2/2016).
Umur produktif (25 tahun-54 tahun) yang mendominasi jumlah penduduk, yakni 42,31%, serta rentang remaja hingga dewasa (15 tahun-24 tahun) sebanyak 17,07% juga bakal berefek positif bagi perkembangan industri rumah sakit.
Akhmad menilai pertambahan penduduk usia muda atau produktif dapat mendorong peningkatan angka disposable income dan belanja kesehatan. Pada 2020, angka pendapatan tahunan yang dapat dibelanjakan (annual disposable income) diperkirakan US$750 miliar, naik 53% dari 2013.
Secara khusus, total pengeluaran untuk layanan kesehatan terus meningkat. Akhmad mengatakan pertumbuhan permintaan layanan kesehatan akan terus naik dibarengi angka harapan hidup.
Di sisi lain, pertumbuhan belanja kesehatan yang terjadi selama ini ternyata tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
Terlepas dari tingkat daya beli yang sempat naik saat ekonomi bertumbuh, ternyata tidak secara langsung mendorong penaikan alokasi belanja kesehatan.
"Kami meyakini health spending akan naik, didorong perbaikan aktivitas ekonomi serta meningkatnya kesadaran kesehatan yang dibarengi dengan penaikan belanja kesehatan," papar Akhmad.
Sejumlah katalis mampu mengungkit pertumbuhan sektor jasa kesehatan. Dari sisi infrastruktur, rerata pertumbuhan jumlah rumah sakit (RS) di Indonesia pada 2011-2014 sebesar 10,94%. Pertumbuhan masif terjadi pada RS swasta, yakni 34,12%, sedangkan RS umum cuma 4,18%.
"Jumlah itu akan bertumbuh seiring dengan belanja kesehatan pemerintah yang naik dan ekspansi usaha pelaku usaha rumah sakit," ungkap Akhmad.
Katalis penggerak lain yakni program jaminan kesehatan nasional (JKN). Akhmad menilai industri RS akan diuntungkan oleh pertumbuhan peserta asuransi jiwa.
Rerata pertumbuhan majemuk tahunan premi asuransi jiwa pada 2010-2014 sebesar 12,64% menjadi Rp121,62 triliun per akhir 2014.
TANTANGAN
Meski katalis positif tersedia, tantangan bagi sektor jasa kesehatan pun ada. Akhmad menilai kekhawatiran pada sektor ini datang dari pelambatan aktivitas ekonomi, depresiasi nilai tukar rupiah, serta permintaan yang lebih rendah dari ekspektasi.
"Kami memberikan sudut pandang positif untuk perkembangan industri RS di Indonesia dengan rekomendasi overweight," seperti dikutip dari riset Samuel Sekuritas.
Untuk PT Siloam International Hospital Tbk., Akhmad menilai emiten berkode saham SILO itu bakal bertumbuh stabil. Hal ini mengingat SILO didukung oleh Grup Lippo yang membuatnya menjadi penyedia layanan rumah sakit terbesar di Indonesia. Ditambah lagi, ekspansi berkelanjutan yang akan dilakukan termasuk program JKN.
"Dengan pangsa pasar yang dikuasai SILO melalui jaringan rumah sakit yang tidak dapat ditandingi oleh pesaingnya, SILO akan menjadi penerima benefit dari potensi pertumbuhan permintaan jasa kesehatan ke depan," tulis Akhmad.
Per 30 September 2015, SILO mengoperasikan 20 RS di 14 kota. Jumlah RS ditargetkan mencapai 50 unit pada akhir 2017, tersebar di 25 kota. Total tempat tidur ditargetkan mencapai 10.000 unit dan diperkirakan mampu melayani 15 juta pasien tiap tahun.
"Kami juga melihat SILO akan mendapat benefit dari program JKN yang diperkenalkan pemerintah tahun lalu," kata Akhmad. Sebanyak 13 RS dari 20 RS SILO telah berpartisipasi menerima peserta BPJS.
Penguasaan pasar dan jaringan yang tersebar luas didukung oleh kekuatan grup usaha mendorong Samuel Sekuritas memberikan sudut pandang positif untuk SILO ke depan.
Kekhawatiran terletak pada eksekusi ekspansi proyek yang tertunda, depresiasi rupiah, dan penaikan biaya jasa tenaga ahli, gaji, dan kesejahteraan karyawan.
Samuel merekomendasikan HOLD atas SILO dengan target harga Rp8.600, merepresentasikan PE 2016 sebesar 101,9 kali dan PBV 2016 sebesar 4,3 kali.
Sementara itu, Akhmad menilai PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA) menorehkan perkembangan usaha yang positif separuh dekade terakhir.
Hingga akhir September 2015, MIKA mengoperasikan 12 RS, delapan di antaranya berlokasi di Jakarta dan sisanya di Surabaya. Total kapasitas tempat tidur sebanyak 2.000 unit.
Ke depan, MIKA menargetkan membuka minimal satu RS saban tahun. Pada 2019, target 18 RS tercapai dengan penambahan tempat tidur menjadi 2.384 unit.
Akhmad menilai strategi penyusunan ulang kamar akan mendorong pertumbuhan margin usaha perusahaan, sambil memilah lokasi potensial untuk menambah gedung rumah sakit baru.
Rerata RS di tahap awal biasanya memiliki 70 sampai 100 tempat tidur dengan rerata kapasitas tempat tidur sebanyak 200 unit hingga 250 unit.
"Dengan asumsi itu dan asumsi tingkat okupansi penuh, maka penambahan tempat tidur berpotensi jauh melampaui target MIKA atau menjadi sekitar 3.600 tempat tidur pada 2019," kata Akhmad.
Terlepas dari pertumbuhan pasien, Ahmad memprediksi jumlah kunjungan pasien MIKA menurun seiring dengan kebijakan RS yang sampai saat ini belum menerima pasien BPJS. Perubahan kebijakan berpotensi terjadi dan akan menguntungkan MIKA pada saatnya nanti.
"Kami juga melihat potensi pertumbuhan outpatient visit yang stabil didukung oleh kesetiaan pengunjung. Lebih dari 80% pasien adalah repeated patient," tulis Akhmad.
Menurutnya, tantangan MIKA ke depan yakni persaingan dari rival utama, penurunan pasien di atas ekspektasi, dan ekspansi usaha yang tertunda sebagai akibat pelambatan aktivitas ekonomi.
Samuel Sekuritas merekomendasikan BUY atas MIKA dengan target Rp2.950, merepresentasikan PE 2016 sebesar 68,4 kali dan PBV 2016 sebesar 11,8 kali.
Armando Marulitua, analis PT Danareksa Sekuritas, mengatakan prospek sektor jasa kesehatan tetap menantang pada 2016, utamanya sejak implementasi JKN.
JKN sesungguhnya pedang bermata dua bagi pelaku usaha jasa kesehatan. Di satu sisi, JKN menyediakan peluang lebih besar karena membuka celah permintaan akan jasa kesehatan.
Di sisi lain, JKN mengakibatkan peralihan ke arah margin rendah serta menekan layanan premium karena JKN memprioritaskan layanan efisiensi biaya.
"Karena itu, kemungkinan intervensi pemerintah di sektor jasa kesehatan akan menambah ketidakpastian bisnis, utamanya harga jual obat yang lebih rendah dan pembatasan kepemilikan pada investasi asing di farmasi," tulis Armando dalam riset yang terbit Selasa (2/2/2016).
Kecenderungan saat ini yakni konsumsi lebih tinggi atas obat generik tidak bermerek, obat utama dalam resep JKN. Obat generik tak bermerek bertumbuh sekitar 30% pada 2015, sedangkan obat bermerek bertumbuh sekitar 9%.
Namun, karena masih banyak perusahaan farmasi bergantung pada penjualan obat generik bermerek, Armando menilai akan ada dampak negatif pada pertumbuhan dan margin dalam jangka pendek.
Di sisi rumah sakit, pertumbuhan volume pasien mungkin melambat setelah pelaksanaan JKN karena kelas berpenghasilan menengah ke bawah cenderung memilih RS umum.
Namun, karena RS harus memiliki daya harga yang lebih kuat dari perusahaan farmasi, mereka akan membebankan biaya yang lebih tinggi ke pasien secara mudah.
Di kalangan RS, model bisnis yang kuat dari MIKA dan mayoritas RS yang matang akan membantu MIKA untuk menjaga profitabilitas.
Sementara itu, SILO akan butuh waktu untuk mencapai efisiensi operasional karena dia masih meningkatkan volume pasien, sembari menghadapi penundaan ekspansi. ()