Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsumen Optimistis, Emiten Consumers Goods Tunggu Buah Manis

Konsumen Indonesia tampaknya kian optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. Emiten-emiten yang bergerak di sektor barang konsumsi bersiap menampung peluang manisnya optimisme masyarakat itu.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Konsumen Indonesia tampaknya kian optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. Emiten-emiten yang bergerak di sektor barang konsumsi bersiap menampung peluang manisnya optimisme masyarakat itu.

Rilis Bank Indonesia mengindikasikan bahwa optimisme konsumen menguat pada akhir 2015. Indeks keyakinan konsumen (IKK) pada Desember 2015 tercatat sebesar 107,5, naik 3,8 poin dari bulan sebelumnya, meskipun belum setinggi periode yang sama tahun lalu.

Peningkatan IKK tersebut didorong oleh peningkatan Indeks ekspektasi konsumen (IEK) dan Indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) yang tercatat naik masing-masing sebesar 6,2 dan 1,4 poin.

Hasil survei juga menunjukkan bahwa konsumen memperkirakan tekanan kenaikan harga meningkat pada Maret 2016. Indikasi tersebut tercermin dari Indeks ekspektasi harga (IEH) 3 bulan mendatang yang naik 8,3 poin menjadi 160,6. Kenaikan harga terbesar diperkirakan terjadi pada kelompok perumahan, listrik, gas dan bahan bakar.

Untuk kondisi 6 bulan mendatang, Juni 2016, konsumen memperkirakan kenaikan jumlah tabungan yang lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Sementara itu, posisi pinjaman 6 bulan yang akan datang diperkirakan lebih rendah dari bulan sebelumnya.

Tidak hanya itu, survei penjualan eceran mengindikasikan secara tahunan menguat pada November 2015. Indeks penjualan riil (IPR) November 2015 tumbuh 10,2% (year-on-year/yoy), lebih tinggi dibandingkan 8,7% (yoy) pada Oktober 2015.

Pertumbuhan IPR November 2015 yang meningkat didorong oleh meningkatnya pertumbuhan penjualan makanan, minuman dan tembakau. Kedua hal tersebut mengindikasikan masyarakat Indonesia semakin optimistis.

Chief Economist South Asia, Asean & Pacific ANZ Glenn Maguire dan Analis Asean & Pacific ANZ Eugin Lee, mengatakan ANZ-Roy Morgan Indeks keyakinan konsumen Indonesia pada Desember 2015 meningkat ke 147,8 melonjak 3,6 poin dari bulan sebelumnya.

Namun, Indeks tersebut masih 4,2 poin lebih rendah dari setauh sebelumnya di level 152,0. "Masih di atas rata-rata jangka panjang 2005-2015 dari 131,6," kata mereka dalam riset baru-baru ini.

Sementara itu, sambungnya, dalam hal keuangan pribadi, sebanyak 37% mengatakan keuangan keluarga lebih baik ketimbang setahun lalu. Namun, 11% lainnya justru menganggap lebih buruk ketimbang setahun lalu.

Sebanyak 51% dari responden merasa saat ini adalah saat yang tepat untuk membeli barang-barang kebutuhan rumah tangga. Namun, 44% responden mengaku saat ini adalah waktu yang buruk untuk berbelanja.

Glenn Maguire menilai konsumen Indonesia pada akhir 2015 berakhir dengan catatan positif, yakni meningkatnya kepercayaan konsumen yang didorong oleh optimisme tentang prospek keuangan dalam 12 bulan ke depan.

"Kami percaya bahwa ada tiga faktor penyebab di balik peningkatan dalam sentimen pada Desember," tuturnya.

Pertama, peningkatan signifikan dari nilai tukar rupiah pada semester II/2015. Hal itu tentu bakal menambah persepsi penguatan daya beli pada margin stabilitas keuangan.

Kedua, penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan sebagai kado tahun baru diperkirakan bakal memperbaiki situasi keuangan pribadi dan daya beli masyarakat.

Ketiga, pengunduran diri sejumlah birokrat berpangkat tinggi di kementerian tertentu, dinilai akan membuat agenda reformasi birokrasi yang dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo bakal segera terlaksana.

"Karena ini adalah rilis terakhir kami dalam survei kepercayaan konsumen lokal, kami senang untuk melihat bahwa konsumen Indonesia telah berakhir 2015 memiliki landasan yang kuat," paparnya.

Analis PT KDB Daewoo Securities Indonesia Dang Maulida mengatakan Indeks harga konsumen pada Desember 2015 tersebut terbilang lebih tinggi dari prediksi BI dan konsensus 0,5% dari bulan sebelumnya. Sedangkan, angka inflasi selama Desember ditandai dengan kenaikan bulanan tertinggi sepanjang tahun.

"Alasan utama dibalik tingginya kenaikan harga Desember karena kenaikan dalam komponen makanan yang belum diproses," paparnya dalam riset yang dipublikasikan belum lama ini.

Kenaikan harga itu terjadi lantaran musim hujan yang mengganggu proses distribusi barang. Kemudian, libur panjang yang terjadi pada dua pekan terakhir juga mengerek harga barang ke level yang tinggi.

Tidak hanya permintaan yang tinggi selama libur akhir tahun, penumpukkan kendaraan di jalur distribusi barang juga menyumbang kenaikan harga pada Desember 2015.

Kenaikan harga juga didorong oleh melemahnya kondisi ekonomi global dan pelemahan nilai tukar rupiah yang rerata berada di level Rp13.845/US$. Namun, kondisi tekanan dari berbagai hal itu justru tidak membuat keyakinan konsumen melorot.

Meski kenaikan harga bulanan pada Desember masih mendorong peningkatan inflasi yang berada pada kisaran BI dan pemerintah, tetapi pada bulan-bulan mendatang bakal kian banyak tantangan untuk mengendalikan harga.

Menurutnya, sektor infrastruktur yang belum maksimal di Indonesia dan transportasi telah membuat rantai distribusi terjadi penyumbatan. Hal tersebut menjadi tantangan terbesar bagi BI untuk mengelola inflasi tahun ini.

Pada saat bersamaan, analis PT HD Capital Tbk. Yuganur Wijanarko menilai saham-saham sektor consumer diperkirakan bakal rebound pekan ini.

Naiknya consumer confidence selama dua bulan terakhir dengan inflasi yang sesuai expektasi membuat beberapa saham big cap dan small cap consumer menarik untuk dilirik sebagai kesempatan trading.

Menjawab keyakinan konsumen, sejumlah emiten sektor barang-barang konsumsi juga memiliki optimisme yang sama. External Relations Director & Corporate Secretary PT Unilever Indonesia Tbk. Sancoyo Antarikso mengatakan dalam jangka menengah hingga panjang, perusahaan masih meyakini adanya peluang besar di Tanah Air untuk sektor konsumsi.

Dia merinci, penyumbang keyakinan tersebut yakni jumlah penduduk, pertumbuhan golongan muda dan kalangan kelas menengah, serta masih rendahnya tingkat konsumsi per kapita pada segmen yang disasar Unilever Indonesia.

Meski begitu, Sancoyo juga tak menampik fakta perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika turut berdampak pada bisnis perusahaan.

“Karena itu, tahun ini kami memilih untuk fokus pada konsumer kami dan memenuhi kebutuhan mereka,” jelasnya.

Secara terpisah, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Franciscus Welirang pun mengungkapkan tahun ini masih akan menjadi era yang menantang bagi industri barang konsumsi. Pasalnya, kata dia, sebelum era masyarakat ekonomi Asean (MEA) berlaku, industri ini telah digempur barang dari negara lain.

“Enggak usah MEA, barang dari Jepang saja bukan main masuk ke Indonesia, tentunya ini menjadi tantangan,” tuturnya.

Pada tahun ini, Franciscus memproyeksi industri makanan yang bakal mencatatkan pertumbuhan lebih positif. Namun secara keseluruhan, dia menuturkan emiten berkode saham INDF yang dipimpinnya, memilih untuk lebih konservatif.

“Kalau kami bisa tumbuh, tapi ya enggak mudah-mudah banget. Untuk bisa tumbuh seperti GDP saja sudah bagus.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper