Bisnis.com, JAKARTA— Produsen rokok PT HM Sampoerna Tbk. berencana menaikkan harga eceran rokok seiring peningkatan cukai dan PPN yang dibebankan oleh pemerintah. Kenaikan cukai tersebut dinilai menghambat pertumbuhan volume penjualan perseroan.
Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), emiten dengan kode HMSP ini menyatakan peningkatan cukai dan PPN akan membuat peningkatan harga jual eceran rokok, di mana produsen rokok akan mebebankan beban cukai dan PPN tersebut kepada konsumen.
Hal ini dilakukan karena kenaikan cukai dapat menghambat peningkatan volume penjualan, harga dan margin dari produk rokok perseroan. Oleh sebab itu, mau tidak mau perseroan akan membebankannya kepada konsumen.
“Sebaliknya, peningkatan pajak cukai yang lebih rendah atau penundaan peningkatan pajak cukai dapat mendorong pertumbuhan volume penjualan atau peningkatan harga jual serta marjin produk perseroan,” tulis manajemen, Senin (31/8).
Cukai merupakan komponen yang signifikan dari beban pokok penjualan dan harga eceran rokok perseroan. Pada 2012, 2013 dan 2014, proporsi cukai (termasuk PPN atas rokok putih buatan mesin (sigaret putih mesin tanpa cengkeh/SPM) terhadap penjualan bersih Perseroan masing-masing sebesar 51,1%, 50,0% dan 52,1%. Adapun, cukai Indonesia terus mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, dan perseroan memperkirakan tarif cukai tersebut akan terus meningkat.
Peningkatan tarif cukai terbaru di Indonesia diberlakukan pada Januari 2015 sehingga menghasilkan peningkatan masing-masing sebesar 11,3%, 6,7% dan 11,8% untuk sigaret kretek mesin (SKM), sigaret kretek tangan (SKT) dan SPM.
Sementara, RAPBN 2016 tidak memberikan rincian perubahan cukai tembakau khusus. Hal ini berpotensi untuk mengakibatkan tarif cukai yang lebih tinggi untuk rokok perseroan di tahun 2016. Sebagai akibat dari potensi kenaikan tarif cukai tersebut, perseroan memperkirakan pertumbuhan volume yang lebih rendah yaitu 0% sampai dengan 1% selama tahun 2015.
“Namun demikian, perseroan meyakini bahwa untuk jangka menengah, pertumbuhan volume industri akan kembali ke 1% sampai dengan 3%, berdasarkan profil piramida demografi Indonesia yang kuat, pertumbuhan populasi dan bertambahnya jumlah masyarakat kelas menengah.”