Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia mengimbau agar masyarakat tidak memberikan batas psikologis yang irasional pada nilai tukar Rupiah.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Deddy Zulverdi mengatakan masyarakat selalu mencari batas psikologis pada level tertentu dan tidak rasional terhadap nilai tukar Rupiah yang dapat menyebabkan tekanan pada kondisi nilai tukar dan pasar nasional.
"Ini memang penyakit yang irasional. Ketika nilai tukar melemah dari Rp9.500 ke Rp9.600 per dolar AS, itu kenaikan Rp100 atau kalau secara persen sekitar 1%-1,1%, saat itu kita tenang-tenang saja. Tapi ketika nilai tukar melemah dari Rp9.975 menjadi Rp10.00 per dolar AS, naik Rp25 atau 0,1%-0,2% orang langsung panik," katanya.
Saat ini ketika nilai tukar rupiah yang terus bergerak naik dari Rp10.000 per dolar AS hingga kini mencapai Rp14.000 per dolar AS, paparnya, masyarakat juga mencari batas-batas psikologis baru yang sebenarnya tidak rasional.
"Yang kita kalkulasikan persentasenya, hubungannya dengan cost dan yang lain. Masalah irasionalitas ini kemudian menimbulkan kesulitan tersendiri bagi kami".
Menurut dia, semestinya ketika batas psikologis pada level tertentu itu muncul, BI tidak perlu meresponnya.
Namun batas psikologis itu berdampak pada pasar dan menekan nilai tukar Rupiah, sehingga akhirnya bank sentral harus turun tangan dengan melakukan intervensi.