Bisnis.com, JAKARTA -- PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) memasang target pertumbuhan produksi tandan buah segar (TBS) hingga 40% pada tahun ini, pasca mengakuisisi PT Sawit Mandiri Lestari (SMU) dan PT Tanjung Sawit Abadi (TSA) pada akhir 2014.
Sekretaris Perusahaan SSMS Hadi Susilo mengatakan setelah mengakusisi dua perusahaan tersebut, tingkat produksi akan mengalami pertumbuhan singnifikan pada tahun ini.
"Tumbuh bisa 40%, bila dibandingkan 2014 sebelum akuisisi," katanya dalam pesan singkat, Senin (9/3/2015).
Seperti informasi yang dilansir oleh perusahaan, tingkat produksi TBS pada 2014 sebelum akusisi mengalami pertumbuhan 13,6%, dari 711.098 ton menjadi 807.512 ton. Sementara itu, total produksi TBS dari TSA dan SMU mencapai 210.849 ton.
Bila diasumsikan total produksi TBS tersebut digabung seluruhnya, produksi TBS perseroan ditambah produksi TSA dan SMU mencapai lebih dari 1 juta ton. Dengan begitu, secara total pertumbuhan berpeluang naik hingga 43%.
Produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) juga diproyeksikan tumbuh hampir 30%, seiring dengan peningkatan produksi yang disumbangkan oleh dua perusahaan tersebut.
Tahun lalu, secara total SSMS mencatatkan pertumbuhan produksi CPO sebesar 5%, dari 230.622 ton menjadi 242.214 ton. Sementara produksi dari TSA dan SMU sebesar 54.115 ton.
Dengan asumsi produksi tersebut merupakan bagian dari produksi perseroan, tingkat produksi SSMS sepanjang 2014 bisa mencapai 296.329 ton. Artinya, dalam satu tahun terdapat peluang pertumbuhan produksi hingga 28,5%.
Proses akusisi tersebut juga membuat jumlah area tertanam perseroan tumbuh menjadi 59.386 hektare dari 34.064 hektare per Desember 2014.
Dengan begitu, total kawasan yang menghasilkan perseroan secara keseluruhan mencapai 26.075 hektare atau 44% dari total area yang dimiliki. Lalu, luas kebun dengan tanaman muda-dewasa seluas 19.755 hektare (33%), dan tanaman muda 13.556 hektare (23%).
Dari sisi kinerja, jumlah laba bersih SSMS pada 2014 diprediksi tumbuh 15,6% dari Rp631,7 miliar menjadi Rp730 miliar. Sementara itu, pendapatan tumbuh 9,6%, dari Rp1,96 triliun menjadi Rp2,15 triliun.
Laba kotor perseroan tumbuh 13,5% menjadi Rp1,15 triliun. Walaupun begitu, laba operasi mengalami penurunan tipis sebesar 2%, dari Rp938,3 miliar menjadi Rp920 miliar.
Jumlah liabitas perseroan hingga akhir 2014 tercatat Rp500 miliar. Besaran itu berpeluang naik akibat utang perseroan dalam proses akusisi. Seperti diketahui, nilai akusisi mencapai Rp1,54 triliun, yang 50% diperoleh dari pinjaman.
Dalam keterangan resminya, perseroan menyebutkan terdapat beberapa peluang pertumbuhan di tahun ini seiring dengan berlanjutnya depresiasi nilai tukar rupiah dan ringgit terhadap dolar AS.
"Harapan akan diimplementasikannya kebijakaan pemanfaatan biodiesel juga dapat memacu pertumbuhan harga dan permintaan. Yang menjadi risiko adalah berlanjutkan tekanan harga minyak nabati dunia, lambatnya implementasi kebijakan biodiesel, dan pengaruh dari penurunan harga minyak dunia," tulisnya.