Bisnis.com, JAKARTA--Pada tahun ini Bursa Efek Indonesia berencana mengaktifkan kembali dua produk derivatif yang membidik investor institusi. Adapun, sekitar 28 Anggota Bursa sudah uji coba melakukan transaksi kedua produk tersebut.
Dua produk derivatif itu yakni kontrak berjangka indeks efek LQ-45 (KBIE LQ-45) dan kontrak opsi saham (KOS). KOS yang diluncurkan pada 2004 hanya hidup hingga 2008 karena beberapa spesifikasi tidak jalan mengikuti perkembangan pasar. Saat ini KBIE LQ-45 dan KOS sudah masuk tahap finalisasi sistem. Nantinya, produk derivatif akan berjalan bersamaan dengan transaksi saham via terminal di anggota bursa.
Samsul Hidayat mengatakan saat ini ada sekitar 28 anggota bursa (AB) yang diperkirakan bisa menjalankan transaksi dua produk derivatif ini. Sejumlah AB tersebut sudah melakukan uji coba. Adapun, saat ini BEI masih menyiapkan sistem dan regulasinyaa.
“Dari 28 AB, ada yang liquidity provider, ada yang hanya broker. Regulasi dan sistem sedang disiapkan, yang kami khawatirkan sistem kami tidak selesai, kalau regulasi kami terus coba,” kata Samsul di Jakarta seperti dikutip Bisnis.com, Minggu (22/2/2015).
Bagi AB, produk derivatif dapat meningkatkan pendapatan dan memperluas basis investor. Selain itu, AB juga dapat melakukan lindung nilai. Menurut Samsul, tidak semua anggota bursa diperkenankan menjalankan transaksi derivatif.
Hanya anggota bursa yang sudah mengantongi surat izin memperdagangkan derivatif yang dapat melaksanakannya. Samsul menyebut sekitar sembilan anggota bursa diperkirakan bisa menjalakankan transaksi derivatif. “Harus dilihat kemampuan sistem risk management mereka, termasuk sumber daya manusia dan sistem keuangan,” ucapnya.
Samsul menegaskan dua produk ini lebih ditujukan untuk investor istitusi atau berpengalaman. Meski permintaan akan produk ini sudah ada, produk ini tidak bisa langsung ditransaksikan ketika regulasi dan sistemnya siap. “Membutuhkan waktu dulu. Instiitusi kan bukan trader, mereka itu fund manager, manajer investasi, asuransi, dana pensiun dan sebagainya. Mereka punya risiko yang diperhitungkan,” jelasnya.
Meski demikian, bukannya produk ini tidak bisa ditujukan untuk investor ritel. Yang pasti, dengan adanya kedua produk ini, investor memiliki pilihan yang lebih variatif.
“Bisa dong (ritel). Malah lebih enak ritel sekarang. Sekarangg bisa beli dulu atau jual dulu tanpa mempunyai barang, setiap value yg bergerak bisa diderivatifkan.”
Budi Frensidy, pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia menanggapi positif rencana otoritas BEI yang akan menghidupkan kembali kedua produk derivatif tersebut. Menurutnya, ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dan ditinggalkan dari sistem produk derivatif yang sudah ditinggalkan oleh investor itu.
“Menurut saya, ini keduanya sudah cukup lama ada, tapi tak menarik. Untuk yang opsi saham, harus ada perubahan dan ditegaskan dalam penyempurnaan aturan baru. Paling tidak, dari 100.000 nasabah yang aktif, bisa 10%-an yang tertarik, “ kata Budi saat dihubungi Bisnis.com, belum lama ini.