Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Perlahan Loyo Terhadap Mata Uang Dunia

Pascakesepakatan negara G-20 untuk menyudahi perang mata uang yang diklaim merugikan Amerika Serikat, nilai tukar greenback perlahan melembam.

Bisnis.com, JAKARTA--Pascakesepakatan negara G-20 untuk menyudahi perang mata uang yang diklaim merugikan Amerika Serikat, nilai tukar greenback perlahan melambat.

Nilai tukar euro terhadap dolar misalnya, terapresiasi sedikit demi sedikit setelah terjungkal ke level terendah pada akhir Januari 2015 pada level 1,12 per dolar AS.

Belakangan mata uang Benua Biru itu bergerak stagnan dengan kecenderungan menguat tipis. Selasa (17/2/2015) sore euro tercatat menguat 0,21% menjadi 1,13 per dolar AS diBloomberg Dollar Index.

Stimulus moneter yang ditempuh European Central Bank (ECB) untuk memantik pertumbuhan ekonomi dan inflasi membuat disparitas kebijakan antara ECB dengan Bank Sentral AS, Federal Reserve (the Fed) kian tajam, dan menggerus euro.

Yen Jepang, yang turut melemah karena gelontoran stimulus Bank of Japan (BoJ), pun perlahan terapresiasi. Nilainya bahkan sempat mencapai 120 yen, terkuat sejak akhir tahun lalu.

Dolar Kanada pun menguat versus greenback. Selasa petang, dolar AS melemah 0,31% menjadi 1,24 dolar Kanada. Sementara, pada akhir Januari nilainya ambuk nyaris menyentuh 1,3 pasca bank sentral setempat memangkas suku bunga acuannya menjadi 0,75%.

Senada, nilai dolar Australia di hadapan dolar AS pun menghijau. Nilainya terapresiasi 0,46% menjadi 0,78 meski kisaran pergerakannya masih berada di level terlemahnya pasca Reserve Bank of Australia (RBA) memangkas suku bunganya ke posisi terendah sepanjang sejarah, 2,25%.

Depresiasi nilai tukar dolar AS secara keseluruhan juga tercermin daridollarspot indexyang melembam setelah mencapai puncak pada akhir Januari hingga awal Februari. Pada transaksi selasa petang, indeks dolar melemah 1,59 poin menjadi 1.162,86. Setahun terakhir indeks dolar melejit tajam dari kisaran 1.000 menjadi 1.175.

Perbaikan perekonomian Negeri Paman Sam memperkuat prospek peningkatan suku bunga acuan atauFeds fund ratepada paruh kedua tahun ini. Pengetatan kebijakan moneter tersebut menciptakan disparitas yang lebar dengan kebijakan bank sentral negara maju lainnya yang pada gilirannya mengerek nilai dolar.

Kondisi tersebut diperkuat dengan kebijakan moneter sejumlah negara yang sengaja menggiring perlemahan mata uangnya guna mendorong daya saing ekspor. Terlebih, pasca rontoknya harga minyak yang ikut menggerus harga komoditas dan menurunkan performa ekspor, terutama bagi negara yang mengandalkan komoditas, seperti Australia dan Kanada.

Buntutnya, penguatan dolar yang terlalu tajam dikeluhkan industri AS dan mengancam pertumbuhan ekonomi domestk. Pasalnya, nilai tukar yang tinggi membuat daya saing produk AS menurun karena tampak lebih mahal dibanding produk dari negara lain.

Pada pertemuan G-20 di Istanbul awal bulan ini, pemerintah AS membawa masalah tersebut ke forum dan mendesak negara anggota untuk menghentikan praktek yang dianggap curang itu.

Meski akhirnya menyepakati poin yang menegaskan bahwa G-20 takkan mendekati praktek perang mata uang, sejumlah delegasi negara anggota membantah bahwa pelonggaran moneter yang mereka lakukan bertujuan untuk memantik daya saing ekspor melalui depresiasi nilai tukar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper