Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah mengidentifikasi setidaknya ada tiga faktor fundamental yang memicu perlemahan rupiah dalam enam hari terakhir.
Pertama, bank sentral Amerika Serikat the Federal Reserve yang pasti menaikkan suku bunga pada 2015. Sentimen itu memperkuat dolar AS dan memperlemah mata uang negara lain, termasuk rupiah.
"Ini kondisi dasar yang pasti terjadi sampai Amerika menyelesaikan proses normalisasi kebijakan moneter," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam konferensi pers, Selasa (16/12/2014).
Kedua, defisit transaksi berjalan yang dialami Indonesia. Meskipun tahun ini menunjukkan perbaikan, defisit yang masih US$6,8 miliar atau 3,1% terhadap produk domestik bruto (PDB) dianggap masih terlalu lebar untuk ukuran negara berkembang.
Artinya, kata Bambang, kondisi fundamental domestik masih harus diperbaiki.
Selain faktor eksternal dan domestik, Bambang melihat depresiasi rupiah berkaitan dengan faktor musiman berupa permintaan dolar yang meningkat untuk membayar utang, mengirimkan dividen, dan reposisi portofolio dari surat berharga berdenominasi rupiah ke dolar AS, pada akhir tahun.
"Setiap akhir tahun perusahaan tutup buku. Laporan keuangan diharapkan yang terbaik sehingga yang dilakukan reposisi portofolio untuk meyakinkan laporan keuangan dalam kondisi terbaik. Tentunya akan ada pengalihan juga dari rupiah ke US dolar karena portofolio US dolar dianggap sebagai yang terbaik saat ini."