Bisnis.com, JAKARTA—Sebanyak 11 perusahaan memilih menunda rencana untuk menerbitkan surat utang dengan total emisi Rp3,5 triliun pada tahun ini karena terkendala tingginya imbal hasil (yield) dan tertundanya rencana ekspansi.
Berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), penundaan rencana obligasi dengan nilai emisi terbesar adalah milik salah satu operator jalan tol dengan nilai Rp800 miliar.
Meskipun demikian, Pefindo tidak menyebutkan identitas perusahaan tersebut secara gamblang.
Selain itu, dua perusahaan perkebunan dan dua perusahaan properti juga memilih urung merealisasikan aksi korporasi itu dengan rencana total emisi Rp1,4 triliun pada tahun ini.
Analis Pefindo Guntur Tri Hariyanto menuturkan yield tinggi menjadi salah satu alasan perusahaan memilih opsi untuk menunda rencana penerbitan obligasi tahun ini.
Selain itu, pihak obligor masih menunggu dan cenderung berhati-hati memantau kondisi politik di tengah pesta demokrasi.
“Walaupun kondisi politik relatif stabil selama ini, penerbit obligasi tetap belum bisa tenang sampai presiden dan wakil presiden benar-benar terpilih,” tuturnya kepada Bisnis.com, Minggu (11/5/2014).
Menurutnya, penundaan penerbitan obligasi tersebut berimbas pada tertundanya sejumlah rencana pengembangan usaha yang telah diputuskan korporasi sebelumnya.
Meskipun ada sebagian perusahaan yang menunda emisi obligasi, setidaknya ada sekitar sembilan perusahaan yang menyatakan kesiapannya untuk menerbitkan obligasi dengan total emisi Rp15,3 triliun pada tahun ini.
Ke-9 perusahaan yang masuk pipeline tersebut terdiri dari lima bank Rp9,8 triliun, perusahaan pembiayaan dan asuransi Rp2,5 triliun, perusahaan makanan dan minuman Rp2 triliun, dan perusahaan transportasi Rp1 triliun.
Guntur menjelaskan perusahaan yang memilih 'nekat' untuk merilis obligasi itu disebabkan dua faktor, yakni ekspansi tidak bisa ditunda dan dana hasil penerbitan itu akan digunakan untuk refinancing obligasi yang jatuh tempo.
“Sebagian besar korporasi, jika ada obligasi jatuh tempo, maka akan di-replace juga dengan obligasi karena kupon relatif tidak berjauhan,” tuturnya.
Secara year to date, perusahaan pembiayaan menjadi sektor yang paling agresif dalam penerbitan obligasi sepanjang tahun ini. Selain untuk ekspansi, emisi surat utang itu juga akan digunakan untuk membayar obligasi jatuh tempo.
Sebagai informasi, obligasi yang jatuh tempo pada tahun ini mencapai Rp28,72 triliun. Dari jumlah tersebut, setidaknya Rp15,11 triliun atau 52,6% berasal dari perusahaan pembiayaan.
Guntur menambahkan sebagian perusahaan melakukan hitung-hitungan guna mencari bunga terendah, antara pinjaman perbankan dengan obligasi.
“Jika yield obligasi dinilai lebih mahal, maka mereka akan lari ke pinjaman perbankan karena saat ini justru perbankan yang lebih murah,” tuturnya.