Bisnis.com, JAKARTA—PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) mencetak laba bersih sebesar US$229,26 juta sepanjang 2013, anjlok 40,18% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$383,3 juta.
Turunnya laba bersih terutama karena penurunan pendapatan usaha akibat harga jual rata-rata batu bara yang lebih rendah, yaitu turun 19% yoy.
Seperti dikutip dari laporan keuangan perseroan dan siaran pers, Selasa (11/3/2014), total pendapatan usaha Adaro tercatat US$3,28 miliar, turun 11,74% dari US$3,72 miliar.
Beban pokok pendapatan sebenarnya berhasil ditekan menjadi US$2,54 miliar, turun 5% dari US$2,68 miliar. Hal ini menjadikan laba kotor sebesar US$739,18 juta, turun 29,07% dari US$1,04 miliar.
Perseroan berhasil mencapai EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) sebesar US$822 juta, masih berada dalam panduan EBITDA untuk 2013 yang ditetapkan di kisaran US$750 juta hingga US$900 juta.
Garibaldi Thohir, Presiden Direktur dan CEO Adaro Energy mengatakan marjin EBITDA Adaro sebesar 25%, merupakan yang terbaik di antara perusahaan batu bara termal Indonesia.
Menurutnya, harga batu bara terus mendapatkan tekanan pada 2013, terutama karena kelebihan pasokan di pasar batu bara dan harga domestik yang lebih rendah di China. Namun untuk Adaro, efek dari masalah makro tersebut dapat di-ofset dengan kinerja yang kokoh dari bisnis inti.
“Kami terus bekerja bersama para kontraktor, meningkatkan proses bisnis dan produktivitas di sepanjang rantai pasokan batu bara, terus menanamkan budaya disiplin biaya di seluruh jajaran perusahaan, serta memberikan pasokan yang andal kepada para pelanggan,” ujarnya seperti dikutip, Selasa (11/3/2014).
Adaro berhasil mencapai biaya kas batu bara pada tahun lalu (tidak termasuk royalti) sebesar US$34,86 per ton, lebih rendah dari target yang ditetapkan di kisaran US$35—US$38 per ton.