Bisnis.com, JAKARTA—Setelah meroket dalam beberapa hari terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah, yang mengindikasikan tingginya volatilitas mata uang Garuda tersebut.
Menurut data Bloomberg, rupiah kembali menyentuh level Rp11.844 per dolar AS pada pukul 11:45 WIB pada Selasa (18/2/2014), atau melemah 0,5% dari posisi pada hari sebelumnya Rp11.785 per dolar AS, dan diperdagangkan pada kisaran Rp11.793—Rp11.850 per dolar AS.
Sementara itu, mengacu pada kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terdepresiasi ke level Rp11.926 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat menguat ke level Rp11.786.
Lukman Leong, Kepala Riset PT Platon Niaga Berjangka, mengatakan penguatan rupiah yang terlalu cepat memang sangat rentan koreksi apalagi tidak ada faktor pendukung yang cukup kuat untuk mendukung kenaikan itu.
“Tidak ada sesuatu yang special dalam pergerakan rupiah kali ini. Ini hanya koreksi teknikal,” katanya, seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Rabu (19/2/2014).
Dia mengatakan nilai tukar rupiah masih akan berfluktuasi dalam jangka pendek. Kendati demikian, dalam jangka panjang, rupiah diyakini akan menguat menuju level yang lebih baik dari posisi saat ini.
Dalam beberapa pekan ke depan, lanjutnya, rupiah diperkirakan dapat bergerak di level Rp11.600–Rp11.700 dan akan terus menguat menjelang periode pemilihan umum legislatif dan kepala negara.
“Mungkin kenaikan kemarin hanya dimanfaatkan sebagian orang untuk melakukan aksi profit taking.”
Sebelumnya, pemerintah menilai penguatan rupiah yang hampir mencapai 200 poin terlalu drastis, mengingat perbaikan sejumlah data statistik di Tanah Air semestinya diikuti dengan apresiasi kurs secara bertahap.
Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengemukakan apresiasi rupiah ke kisaran Rp11.600 per dolar Amerika Serikat memang digerakkan oleh fundamental Indonesia yang membaik yakni neraca pembayaran Indonesia kembali surplus US$4,4 miliar pada kuartal IV/2013.
Namun, rupiah yang terlalu menguat sebelum pondasi struktural di Tanah Air siap, dapat membahayakan skenario peningkatan ekspor dan penurunan impor untuk mempersempit defisit transaksi berjalan.
Meskipun demikian, dia menggarisbawahi apresiasi rupiah saat ini masih kompetitif bagi kegiatan ekspor mengingat depresiasi sebelumnya yang menembus Rp12.000 per dolar AS sudah membuat mata uang Garuda terlalu murah (undervalued).
Oleh karena itu, Bank Indonesia pun diminta untuk menjaga volatilitas rupiah agar tak bergerak naik atau turun terlalu tajam.
Sementara itu, menurut riset HP Analytics yang dirilis Selasa (18/2), nilai wajar rupiah saat ini berada di kisaran Rp11.500 – Rp12.000 per dolar AS, mengingat masih terbukanya kemungkinan terjadi capital outflow jika terdapat kebijakan pemerintah yang kurang berkenan bagi investor.