Bisnis.com, JAKARTA—Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun hingga hari kedua, setelah indikator manufaktur China melemah ke level terendah dalam enam bulan.
Kontrak WTI turun 0,7% di bursa New York sekaligus memperpanjang penurunan 0,8% pada 31 Januari.
Menurut Biro Statistik Nasional China pada 1 Februari lalu, Indeks Purchasing Managers (PMI) tercatat 50,5. Angka itu cocok dengan prediksi Bloomberg News sebesar 51 pada Desember.
“Minyak bersama sejumlah komoditas lainnya agak terganggu akibat data perekonomian yang kurang menguntungkan di China,” ujar Ric Spooner sebagaimana dikutip Bloomberg, Senin (3/2/2014).
Spooner merupakan analis pada CMC Markets di Sydney yang memprediksi investor kemungkinan akan membeli kontrak WTI sekitar US$95 per barel. Meski data PMI sesuai dengan perkiraan, tetapi ketika dilihat secara detil akan terlihat pasar tenaga kerja sektor manufaktur yang melemah.
WTI untuk pengiriman Maret turun 71 sen menjadi US$96,78 per barel di bursa New York Mercantile Exchange dan tercatat US$96,93 pada pukul 12.12 waktu Sydney atau pukul 08.12 WIB. Kontrak tersebut turun US$74 sen menjadi US$97,49 pada 31 Januari, sedangkan volume seluruh kontrak tercatat 8% di bawah rata-rata 100 hari.
Brent untuk pembayaran Maret turun US$40 sen atau 0,4% menjadi US$106 per barel di bursa London. Sedangkan selisih harga minyak acuan Eropa itu terhadap WTI adalah sebesar US$9,19.