BISNIS.COM, JAKARTA – Pasar surat utang negara terus melanjutkan koreksi setelah yield kembali menembus level tertinggi sejak April 2011 menjadi 7,79% pada penutupan perdagangan Senin (8//20137) akibat sentimen negatif The Fed akan mengurangi stimulus moneternya.
Siswa Rizali, Head of Investment PT AAA Asset Management, mengungkapkan kenaikan yield surat utang negara lebih disebabkan U.S Treasury yield bertenor 10 tahun kembali melonjak 52 basis poin month on month menjadi 2,7%.
“Treasury yield konsisten naik, otomatis investor global lebih suka investasi di dollar Amerika Serikat karena yield relatif menarik dan tidak ada risiko nilai tukar,” ujarnya, Senin (8/7/2013).
Dia menuturkan meskipun obligasi di emerging market menarik, tetapi daya tariknya mulai berkurang akibat US Treasury yield memperlihatkan tren kenaikan yang diikuti dengan penguatan Dollar Index.
Menurut data PT Penilai Harga Efek Indonesia (Indonesia Bond Pricing Agency/IBPA), yield obligasi negara acuan FR0063 naik 41 basis poin dibandingkan dengan hari sebelumnya di level 7,33%.
Sementara itu, yield obligasi bertenor panjang 20 tahun FR0065 naik 38 basis poin dari 7,92% pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu menjadi 8,3%. Adapun, imbal hasil SUN bertenor 5 tahun ditutup pada level 6,85%, naik 25 basis poin dari hari sebelumnya sebesar 6,6%.
Data Bank Indonesia memperlihatkan nilai tukar rupiah juga ditutup melemah pada level Rp9.960 per dollar AS dibandingkan dengan pencapaian pada akhir pekan lalu yang ditutup di level Rp9.945 per dollar AS.
“Kedua indikator, US Treasury dan Dollar Index boleh jadi menunjukkan perubahan jangka panjang dari tema investasi emerging market kembali ke Amerika yang sudah terjadi sejak 2011,” paparnya.
Pada akhir pekan lalu, pemerintah AS mengumumkan laporan membaiknya data ketenagakerjaan yang mendorong The Fed untuk mulai mengurangi stimulusnya moneternya yang memicu investor keluar dari emerging market.
Seperti dilansir Bloomberg, Goldman Sachs Group Inc. dan JPMorgan Chase & Co. memperkirakan The Fed akan memulai pengurangan stimulusnya pada September hingga Desember setelah diumumkannya data ketenagakerjaan AS pada akhir pekan lalu.
“Solusinya saat ini untuk long fund adalah membeli saham atau obligasi terbaik. Khusus untuk obligasi, ini saatnya merapikan portfolio ke obligasi bertenor panjang,” tuturnya.
Herdi Ranu Wibowo, Head of Debt Capital PT BCA Sekuritas, menilai kenaikan yield yang terjadi pada saat ini hanya bersifat sementara dan merupakan proses penyesuaian karena adanya optimisme ekonomi AS akan pulih.
Dia menuturkan perbaikan ekonomi di AS akan memberikan dampak positif bagi Indonesia karena ekspor akan meningkat dan pasar akan menuju kondisi baru yang disebutnya dengan istilah new normal.
“Pada akhirnya ekonomi AS menjadi kunci perekonomian dunia. Ini hanya adjustment. Para pelaku pasar harus mulai terbiasa,” ujarnya. (ra)