BISNIS.COM, JAKARTA—Harga minyak mentah West Texas Intermediate diperdagangkan mendekati level tertinggi dalam 14 bulan setelah spekulasi penguatan ekonomi AS akan meningkatkan permintaan, sementara itu harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan ikut naik.
Nilai kontrak sedikit berubah di New York setelah penutupan pada 3 Juli menjadi US$101,24 per barel, level tertinggi sejak 3 Mei 2012. Menurut survei Bloomberg News, perusahaan AS pada sepanjang Juni mungkin menyerap pekerjaan dengan jumlah yang sama pada Mei.
Wahyu Laksono, analis PT Megagrowth Futures mengatakan, penguatan ekonomi AS dan anjloknya stok minyak negara tersebut menjadi sentimen positif bagi harga minyak mentah dunia, ditambah adanya krisis di Mesir.
“Harga minyak mentah Indonesia secara tidak langsung juga pasti akan ikut menguat, karena hal tersebut. Dan terkait dengan naiknya harga BBM, hal itu sudah tepat mengingat saat ini harga minyak mentah berada dalam situasi yang bullish,” ujarnya, Jumat (5/7/2013).
Zulfirman Basir, analis PT Monex Investindo Futures mengatakan, pada grafik harian, naiknya indikator MACD, dan RSI dapat menyediakan peluang kenaikan lebih lanjut bagi minyak.
“Sentimen cukup bullish dengan minyak yang diperdagangkan di dalam channel bullish dan di atas Moving Average (MA) 50-100-200. Meski demikian, tetap waspadai aksi profit-taking seiring indikator Stochastic kini berada di area overbought,” ucapnya, Jumat (5/7).
Meski demikian, investor masih akan bersikap waspada menjelang publikasi data tenaga kerja AS nanti malam yang dapat memberikan petunjuk atas outlook kebijakan moneter Federal Reserve yang dapat turut mempengaruhi harga minyak dunia.
“Outlook minyak kini cukup bullish, di mana posisi long lebih sesuai dengan stop-loss US$101,55 dan US$102,15 adalah resisten. Sementara US$100,40 dan US$100,00 merupakan level support,” kata Zulfirman.
Adapun data pemerintah AS menunjukkan, persediaan minyak mentah di konsumen energi terbesar dunia tersebut turun 10,3 juta barel pekan lalu, terbesar tahun ini.
Thina Saltvedt, analis Nordea Bank AG di Oslo mengatakan, di sisi makro, hal itu tergantung pada apa yang terjadi dengan data non-farm payrolls di AS.
"Harapan cukup optimis dan jika mereka berada di sisi positif maka akan mendorong harga lebih tinggi," ujarnya seperti dikutip di Bloomberg, Jumat (5/7).
Harga WTI untuk pengiriman Agustus turun 19 sen menjadi US$101,05 per barel di New York Mercantile Exchange pada Jumat lalu pukul 10.03 waktu London. Volume semua kontrak berjangka yang diperdagangkan 140% lebih tinggi dari rata-rata 100 hari.
Lebih lanjut, harga tersebut telah naik 4,7% sejak 28 Juni dan akan ditutup diatas US$100 dalam seminggu perdagangan untuk pertama kalinya sejak April 2012.
Data Pekerjaan AS
Sementara itu, harga minyak Brent untuk pengiriman Agustus berada di US$105,77 per barel di ICE Futures Europe Exchange, London, naik 23 sen. Patokan harga Eropa ditetapkan dengan premi US$4,72 untuk kontrak WTI.
Menurut rerata estimasi dari 90 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, data non-farm payrolls AS mungkin meningkat sebesar 165.000 pekerja pada Juni, setelah naik 175.000 pada Mei. Laporan Departemen Tenaga Kerja AS mungkin akan menunjukkan tingkat pengangguran turun ke 7,5%.
Adapun menurut laporan pasar minyak bulanan International Energy Agency, AS menyumbang 21% dari konsumsi minyak global tahun lalu, dibandingkan dengan 11% konsumsi China, pengguna terbesar kedua.
Kerusuhan Mesir
Harga WTI melonjak di atas US$100 per barel minggu ini untuk pertama kalinya sejak September 2012 setelah pertarungan politik di Mesir meningkat kekhawatiran bahwa kerusuhan tersebut akan menyebar dan mengganggu pasokan minyak regional.
Goldman Sachs Group Inc mempertahankan perkiraan 3 bulan untuk harga minyak mentah Brent sebesar US$105 per barel, karena menurut mereka belum ada gangguan pasokan dari Mesir.
Pihak militer Mesir memaksa Mohamed Mursi turun dari kekuasaan setahun setelah pemilu dan presiden interim yang ditunjuk militer adalah Adly Mansour.
Sementara Gedung Putih dan kebanyakan pemimpin di kongres AS sejauh ini tidak mau menggambarkan transisi Mesir sebagai "kudeta", yang dapat membuat anggaran untuk Mesir naik lebih dari US$1,5 miliar per tahun untuk bantuan militer dan kemanusiaan di bawah hukum AS.
Menurut Energy Information Administration, Mesir mengontrol Terusan Suez dan pipa Suez-Mediterania, di mana gabungan 2,24 juta barel per hari minyak yang dikirim dari Laut Merah ke Eropa dan Amerika Utara pada 2011. Sementara menurut International Energy Agency, kawasan Timur Tengah menyumbang 35% dari produksi global pada kuartal pertama tahun ini.