BISNIS.COM, JAKARTA-Kepala keuangan dan bank sentral negara-negara G7 menegaskan kembali komitmen Februari lalu, untuk “tidak menargetkan nilai tukar.” Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa mereka menerima kelemahan Yen saat ini seiring dengan percepatan fokus pada strategi pemulihan Jepang.
Menurut para ekonom dalam survei Bloomberg News, kebanyakan data yang dijadwalkan terbit minggu ini akan menunjukkan bahwa zona Euro masih berada dalam resesi pada kuartal I/2013, dan penjualan retail AS melemah selama 2 bulan berturut-turut. Hal tersebut mungkin menjelaskan alasan para pengambil kebijakan mengakomodasi kebijakan keuangan yang longgar.
Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda memanfaatkan pertemuan G7 untuk menegaskan bahwa sasaran membeli obligasi bulanan adalah untuk mencapai tingkat inflasi sebesar 2% sebelum 2015, alih-alih memberi dukungan semu bagi eksportir.
Yen berisiko mengacaukan prospek mitra dagangnya, walau kelemahannya membantu eksportir lokal seperti Sony Corp. Negara-negara seperti Australia, New Zealand, dan Swiss juga bergerak untuk mengimbangi mata uang yang tengah naik.
Analisa Mario Sant Singh
Untuk pertama kalinya, New Zealand mengintervensi pasar mata uangnya minggu lalu untuk memangkas kenaikan NZD. Gubernur Reserve Bank of New Zealand Graeme Wheeler menyatakan bahwa NZD menguat 12% terhadap Dollar AS sejak pertengahan tahun lalu, yang kemudian mengkhawatirkan eksportir negara tersebut.
Mario Sant Singh, Direktur Pelatihan dan Edukasi di FXPRimus mengatakan, untuk minggu ini kemungkinan berbeda. Dia memperkirakan Dollar AS menguat terhadap beberapa mata uang.
"Malahan, saat pasar dibuka Senin pagi nanti, USD-JPY menguat ke 102,14 – nilai tertinggi sejak Oktober 2008. Dollar AS juga berada ditingkat tertinggi sebulan terhadap Euro dan tertinggi dalam 10 bulan terhadap dollar Australia," ujarnya (14/5)
Dia menambahkan dollar AS yang kuat akan menyusahkan eksportir negara tersebut tetapi menguntungkan perusahaan asing yang terdaftar di Bursa Efek New York. Avon, contohnya, mencetak 85% laba totalnya di luar AS namun pendapatannya menurun 4% karena kuatnya Dollar AS.
Toyota, disisi lain, melihat pendapatan kuartal pertamanya meroket. Perusahaan otomotif tersebut mencetak ¥314 miliar, dua kali pendapatan tahun lalu sebesar ¥121 miliar dan melampaui perkiraan awal sebesar ¥296 miliar. Nilai kuartal pertama tersebut adalah perolehan tertinggi perusahaan tersebut dalam lima tahun terakhir.