JAKARTA: Harga gula diperkirakan masih bertahan di level tinggi, karena surplus produksi tak mampu menutupi cadangan, sementara biaya produksi meningkat.
Peter Baron, Direktur Eksekutif International Sugar Organization (ISO), dalam wawancara dengan Bloomberg di Cebu, Filipina, memperkirakan dalam 12 bulan ke depan harga gula berada di kisaran 23-28 sent dolar AS per pound di Bursa Komoditas New York.
“Menutupi kekurangan cadangan gula dengan mengimpor juga harus mempertimbangkan lonjakan harga tersebut,” ujarnya dalam wawancara itu hari ini.
Jika dikonversikan ke rupiah dengan asumsi US$1 setara dengan Rp8.500, maka harga 1 pound gula akan berada di kisaran Rp1.955—Rp2.380.
Satu pound setara dengan 453,6 gram, sehingga dalam satuan 1 kilogram harga gula akan berada di kisaran Rp4.310—Rp5.247/kg.
Perkiraan direktur eksekutif ISO tersebut adalah kalkulasi pada harga yang konstan.
Secara teknis, Baron memperkirakan harga gula bisa mencapai level tinggi di 29 sen dolar—30 sen dolar per pound. Kalau dikonversikan ke dalam rupiah, kisaran harga tertinggi itu akan berada di level Rp5.434—Rp5.622 per kilogram.
Sinyalemen petinggi ISO itu tidak main-main, karena pada transaksi penutup pekan lalu, harga gula sudah mendekati 28 sen dolar per pound.
Bloomberg melaporkan harga gula untuk pengiriman Oktober berada di level 27,84 sen dolar per pound atau sekitar Rp5.217 per kilogram.
Dari situ kita dapat menarik benang merah terkait dengan kengototan importir gula di Tanah Air untuk terus mengimpor gula dan kemudian pemerintah turun tangan untuk mengeram laju impor gula, karena sudah tidak lagi memperhatikan unsur ketercukupan pasar domestik.
Dari kaca mata perdagangan, berlomba-lomba menumpuk persediaan gula—sekalipun terpaksa harus melalui impor di tengah harganyang masih tinggi—bisa diterima nalar kalau semata-mata demi kepentingan spekulasi. (sut)