Bisnis.com, JAKARTA—PT PP Presisi Tbk. telah mengantongi kontrak baru Rp4 triliun sampai dengan September 2018 atau setara dengan 53,33% dari target yang dipasang perseroan pada tahun ini.
Bambang Suyitno, Investor Relation PP Presisi, menyebutkan perseroan meraih kontrak baru senilai Rp900 miliar pada kuartal III/2018. Kontrak baru pada kuartal III/2018 berasal dari proyek Terminal 3 - section 1 (runway) Bandara Soetta, Gempol - Pasuruan Toll Road, Serang - Panimbang Toll Road (interchange), jalan akses Pelabuhan Patimbang, serta pekerjaan formwork pada Grand Dharmahusada Lagoon Surabaya & Apartment Begawan Malang.
Dengan demikian, kontrak baru yang diperoleh emiten berkode saham PPRE itu mencapai total Rp4 triliun sepanjang sembilan bulan pertama 2018. Perseroan optimistis target kontrak baru sebesar Rp7,5 triliun sepanjang 2018 dapat tercapai, kendati Januari - September 2018 baru tercapai 53,33%.
"Manajemen masih optimistis akan tercapai pada sisa 3 bulan ini berdasarkan beberapa pipeline seperti port Patimban, Toll Road Cisumdawu dan sebagainya," katanya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.
Bambang menyatakan, kontrak baru PPRE didominasi pekerjaan jasa pertambangan dengan kontribusi 60%. Selanjutnya, civil work 30%, readymix 3%, formwork 3%, erector 2%, boredpiled 1%, dan rental 1%.
Dengan kontrak baru mencapai Rp4 triliun hingga September 2018, maka order book atau kontrak dihadapi perseroan mencapai Rp13 triliun. Ini terbagi atas kontrak carry over 2017 sebesar Rp9 triliun dan kontrak baru sebesar Rp4 triliun.
Adapun, kontrak baru PPRE masih banyak dikontribusikan dari anak usahanya, PT Lancarjaya Mandiri Abadi (LMA), sebanyak 63%. Dia menyatakan, semua jasa pertambangan akan ditangani oleh LMA yang telah memiliki kompetensi di bidang jasa pertambangan sejak lama.
"[LMA] pernah mengerjakan coal hauling untuk Pama & Adaro pada 2002. Ini menjadi dasar kami akan mengembangkan jasa pertambangan melalui LMA," tuturnya.
Lebih lanjut, Bambang menambahkan saat ini perseroan masih memproses akuisisi perusahaan di bidang soil improvement. "Still on progress,"imbuhnya.
Diversifikasi
Research Analyst Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christoper mengatakan PPRE membukukan kontrak carry over 2017 senilai Rp9 triliun dan meraih kontrak baru Rp3,1 triliun hingga semester I/2018.
“Karena melambatnya pertumbuhan belanja infrastruktur pemerintah, kami tidak yakin target kontrak baru Rp7,5 triliun bisa tercapai. Proyeksi kami, kontrak baru PPRE tahun ini tumbuh 10% menjadi Rp6,49 triliun,” tutur Dennies dalam risetnya, Jumat (8/10).
Pada 2019 dan 2020, Artha Sekuritas memproyeksikan PPRE dapat mengantongi kontrak baru Rp7,13 triliun dan Rp7,83 triliun.
Dennies menambahkan perolehan kontrak baru PPRE pada semester I/2018 mayoritas berasal dari jasa pertambangan. Porsinya mencapai 77,9% dari raihan Rp3,1 triliun.
“Kami perkirakan pertumbuhan kontrak baru akan terdorong oleh kontrak dari segmen jasa pertambangan,” imbuhnya.
Menurutnya, pendapatan dari jasa pertambangan diharapkan akan berulang dan mendorong diversifikasi sumber pendapatan dan memperkuat pertumbuhan keuntungan di masa mendatang.
Pada 2018, PPRE diestimasi membukukan pertumbuhan pendapatan 59,6% year on year menjadi Rp2,89 triliun yang didorong oleh kontrak baru dan kapasitas yang lebih besar. Adapun, kontribusi dari segmen jasa pertambangan diperkirakan mencapai 14,8%.
Hingga semester I/2018, anak usaha PT PP (Persero) Tbk. itu membukukan lonjakan pendapatan sebesar 359,2% yoy menjadi Rp1,33 triliun.
Di sisi profitabilitas, PPRE diperkirakan meraih laba bersih Rp397,94 miliar, naik 55,36% dari raihan pada 2017 sebesar Rp244,55 miliar. Proyeksi itu mencerminkan margin laba bersih 13,7% dan laba per saham (earning per share/EPS) Rp38,92.
Artha Sekuritas merekomendasikan beli untuk PPRE target harga 1 tahun ke depan Rp500. Pada penutupan perdagangan Kamis (11/10), harga saham PPRE turun 2 poin atau 0,54% ke level Rp368 per saham. Sepanjang tahun berjalan 2018, kinerja saham PPRE terkoreksi 11,54%.