Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak menguat pagi ini (13/11/2017) seiring dengan kepatuhan pemangkasan produksi dan memanasnya ketegangan politik Arab Saudi-Iran.
Pada perdagangan Senin (13/11) pukul 07.41 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,13 poin atau 0,23% menjadi US$56,87 per barel, tertinggi sejak Mei 2015. Sementara itu, harga minyak Brent naik 0,12 poin atau 0,19% menuju US$63,64 per barel, tertinggi sejak Juni 2015.
Pelaku pasar mengatakan kenaikan harga dalam beberapa pekan terakhir ini merupakan hasil usaha yang dipimpin oleh Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan Rusia yang memperketat pasar dengan cara memotong output di samping permintaan yang kuat dan menegangnya kondisi politik di Timur Tengah.
Goldman Sachs memperingatkan adanya volatilitas harga yang lebih tinggi ke depan dengan menyebutkan adanya peningkatan ketegangan di Timur Tengah, terutama antara anggota OPEC Arab Saudi dan Iran.
Pemimpin Hizbullah-Lebanon Hassan Nasrallah mengatakan, Arab Saudi telah mengumumkan perang terhadap Lebanon dan kelompoknya yang didukung Iran. Nasrallah mengatakan hal itu beberapa hari setelah Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri mengumumkan pengunduran dirinya di ibukota Saudi Riyadh.
Dia menuduh Riyadh menahan Saad al-Hariri serta memaksanya untuk mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri lebanon untuk mengacaukan negara. Di samping itu, Arab Saudi menuduh kelompok Hizbulloh yang mendapat dukungan dari Iran menembakkan rudal ke Arab Saudi dari Yaman pada Senin (6/11).
Kondisi panasnya geopolitik tersebut memacu harga minyak mentah lebih tinggi karena menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas di wilayah kaya minyak tersebut.
Saat ini, pelaku pasar terus mengharapkan pertemuan OPEC berikutnya pada 30 November 2017 akan sepakat memperpanjang pemotongan melampaui tanggal kadaluarsa pada Maret 2018 sehingga mendorong harga minyak mentah lebih lanjut.