Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suhu Dingin Ancam Panen, Harga Gandum Menguat Tajam

Gandum membukukan kenaikan mingguan terbesar dalam 19 bulan terakhir di tengah kekhawatiran terhadap gagal panen di AS akibat cuaca dingin ekstrem.
 Harga gandum menguat di tengah kekhawatiran gagal panen di AS. ? ilustrasi
Harga gandum menguat di tengah kekhawatiran gagal panen di AS. ? ilustrasi

Bisnis.com, CHICAGO—Harga komoditas gandum membukukan kenaikan mingguan terbesar dalam 19 bulan terakhir di tengah kekhawatiran terhadap gagal panen di AS akibat cuaca dingin ekstrem.

Sebagai catatan, AS adalah eksportir gandum terbesar di dunia. Di sisi lain pasar juga cemas konflik Ukraina akan menghambat ekspor gandum dari negara tersebut.

World Weather Inc. menyatakan suhu rendah akan datang kembali setelah cuaca hangat melelehkan salju yang menyelimuti wilayah tanam komoditas biji-bijian di Amerika Serikat. Sementara itu Departemen Pertanian AS (USDA) menyebutkan Kansas, produsen gandum terbesar di AS, panen gandum selama Februari memburuk akibat musim dingin.

Joe Vaclavik, Presiden Standard Grain Inc. mengatakan pada Bloomberg, suhu udara akan berperan dalam menaikkan harga. “Cuaca akan merugikan [untuk panen],” kata Vaclavik.

Harga gandum untuk pengiriman Mei naik 1,2% dan ditutup pada level US$6,54 per bushel pada Sabtu (8/3/2014) di Chicago Board of Trade (CBOT). Sepanjang pekan ini, data Bloomberg menyebutkan harga gandum melonjak 8,6% dan menjadi kenaikan harga terbesar sejak pertengahan Juli 2012.

Sementara itu World Weather di Overland Park, Kansas, menyatakan cuaca kering dalam dua pekan ke depan bakal meningkatkan tekanan pada tanaman. Gandum biasanya ditanam pada September dan Oktober lalu dipanen mulai Juni.

Di sisi lain Ukraina diproyeksikan menjdi eksporter gandum terbesar ke enam tahun ini. Pasar khawatir ketegangan Ukraina versus Rusia akan menghambat ekspor tersebut. Adapun World Weather juga mengatakan suhu udara akan mendekati titik ekstrem yang bisa menghancurkan tanaman di bagian barat dan selatan Rusia, Ukraina, serta Belarus

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Setyardi Widodo
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper