Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat ke level Rp16.271,5 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Rabu (11/6/2025).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 0,02% atau 3,5 poin ke level Rp16.271,5. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau naik 0,08% ke level 99,17.
Sama seperti rupiah, sejumlah mata uang Asia mengalami penguatan. Dolar Taiwan misalnya menguat 0,13%, rupee India menguat 0,02%, dan yuan China menguat 0,01%.
Adapun, deretan mata uang Asia lainnya melemah. Yen Jepang misalnya melemah 0,17%, dolar Hong Kong melemah 0,01%, dolar Singapura melemah 0,08%, dan won Korea Selatan melemah 0,38%.
Lalu, peso Filipina melemah 0,05%, ringgit Malaysia melemah 0,01%, dan baht Thailand melemah 0,15%.
Pada perdagangan sebelumnya, Selasa (10/6/2025) rupiah ditutup menguat 16 poin atau 0,10% ke Rp16.275 per dolar AS.
Baca Juga
Penguatan rupiah kemarin tak lepas dari sentimen pembicaraan tarif dagang antara AS dan China. Menteri Keuangan AS Scott Bessent, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, dan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer akan bertemu kembali dengan perwakilan China.
Kemajuan dalam negosiasi ini diperkirakan akan memberikan kelegaan bagi pasar, mengingat pengumuman tarif Trump yang sering berubah‑ubah dan gejolak dalam hubungan China‑AS telah melemahkan dua ekonomi terbesar di dunia, mengganggu rantai pasokan, dan mengancam pertumbuhan global.
"Sementara pelaku pasar jelas melihat prospek ke depan dengan sudut pandang optimistis, baik terkait kebijakan perdagangan maupun secara umum, kami tidak berpikir hal itu harus ditafsirkan sebagai pandangan bahwa tarif akan sepenuhnya dicabut,” kata Jonas Goltermann, Deputy Market Chief Capital Economics.
Adapun, ujian berikutnya bagi dolar AS akan datang pada Rabu, saat data inflasi AS dijadwalkan dirilis.
Harga konsumen inti diperkirakan mengalami sedikit kenaikan pada Mei, yang dapat meredam spekulasi akan adanya pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve dalam waktu dekat. Laporan indeks harga produsen (PPI) akan dirilis sehari setelahnya.
“Data CPI dan PPI AS untuk Mei akan diamati secara cermat untuk mencari tanda-tanda tekanan inflasi yang masih bertahan,” kata Kevin Ford, FX and Macro Strategist Convera.
Jika CPI inti tetap tinggi, lanjutnya, ekspektasi terhadap pemotongan suku bunga bisa tertunda hingga setelah pertemuan FOMC pada 18 Juni.