Bisnis.com, JAKARTA — Harga emas batangan terus mencatatkan rekor tertinggi baru. Kondisi ini tak ayal membuat masyarakat berbondong-bondong memborong logam mulia tersebut.
Analis investasi sekaligus Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra menilai situasi saat ini bisa menjadi sebuah fenomena FOMO atau fearing of missing out, alias tidak mau ketinggalan tren.
"Kelihatannya ini reaksi FOMO masyarakat dan juga karena harga emas terus naik pecahkan rekor baru," kata Ariston kepada Bisnis, Selasa (15/4/2025).
Berdasarkan laman logam mulia, hari ini Selasa (15/4/2025) emas Antam dibanderol seharga Rp1.896.000 per gram. Angka itu melonjak 44% (year on year/YoY) dibanding harga emas pada 15 April 2024 yang saat itu dipatok Rp1.315.000 per gram.
Ariston mengatakan apabila ke depan ada kecenderungan harga turun, aksi beli masyarakat juga bisa meredup.
"Kalau tren pembelian, biasanya kalau harga meredup atau koreksi, aksi beli akan menurun," ujarnya.
Dirinya mengingatkan, bahwa investasi emas adalah investasi untuk jangka yang lebih panjang, bukan jangka pendek. Dia menegaskan kembali bahwa ada perbedaan spread antara harga jual dan harga beli dan biaya pajak PPh yang harus dipertimbangkan.
"Kalau kenaikan harga tidak terlalu besar, masyarakat yang beli emas batangan bisa merugi atau tekor," tegasnya.
Sementara itu, analis Doo Financial Futures Lukman Leong menjelaskan bahwa emas sebenarnya aset investasi lindung nilai. Namun, dia melihat belakangan ini banyak investor yang memanfaatkan kenaikan harga emas untuk mendulang keuntungan.
Dirinya menyarankan bagi masyarakat yang baru pertama kali membeli emas batangan di saat harganya yang melambung tinggi ini agar berhati-hati dalam mengatur investasinya.
"Dengan harga yang sudah naik tinggi, resiko koreksi besar pun meningkat, ada baiknya bagi yang baru pertama kali membeli sebaiknya membeli secara bertahap, apabila harga ada koreksi bisa membeli lagi. Yang namanya investasi membutuhkan waktu, sehingga jangan terlalu cepat menjualnya kembali," ujar Lukman.