Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat konsumen aset kripto di Indonesia terus bertumbuh. Adapun, pasar kripto saat ini tengah dipengaruhi oleh sentimen perang dagang, dipicu kebijakan tarif impor AS.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan hingga akhir Februari 2025, jumlah konsumen aset kripto di seluruh pedagang mencapai 13,31 juta konsumen. "Ada kenaikan signifikan dibanding Januari 2025 sebesar 12,92 juta," ujarnya dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Jumat (11/4/2025).
Sementara, nilai transaksi aset kripto di Indonesia pada Februari 2025 mencapai Rp32,78 triliun. Sehingga total pada awal tahun atau Januari-Februari 2025 mencapai Rp76,85 triliun, naik positif dibanding periode yang sama 2024, Rp55,26 triliun.
OJK juga mencatat hingga kuartal I/2026, telah terdapat 14 calon pedagang aset kripto yang mendaftar ke OJK. Ada tiga pedagang kripto baru yang kemudian mendapatkan izin.
Jadi, sampai saat ini ada 19 pedagang aset kripto yang berizin dan resmi mendagangkan aset kriptonya di Indonesia.
Hasan mengatakan bahwa potensi aset kripto bertumbuh di Indonesia terbuka lebar. Sebab, di tingkat global, Indonesia dipandang strategis sebagai salah satu negara pengadopsi aset kripto terbesar. Chainalysis mencatat Indonesia berada di peringkat ketiga dunia sebagai negara dengan partisipasi masyarakat pengadopsi kripto terbanyak.
Baca Juga
Dinamika pasar kripto juga bergeliat dipengaruhi sentimen global, seperti kebijakan baru di berbagai negara yang menunjukkan dukungan terbuka terhadap aset kripto. "Kondisi ini memicu gelombang optimisme terkait kripto," tutur Hasan.
Akan tetapi, menurut Hasan, OJK juga menyadari terdapat potensi risiko dari aset kripto. Potensi risiko yang muncul misalnya terkait volatilitas harga.
Saat ini, aset kripto seperti Bitcoin hingga Ethereum pun bergerak volatil dipengaruhi sejumlah sentimen, seperti perang dagang yang dipicu oleh tarik ulur kebijakan tarif impor AS.
Sebagaimana diketahui, tarif impor AS telah resmi diumumkan oleh Presiden Donald Trump pada Rabu (2/4/2025), waktu setempat. Seluruh negara diganjar tarif impor 10%, sedangkan beberapa negara turut dikenakan tarif resiprokal (reciprocal tariffs) lebih tinggi berdasarkan hambatan perdagangan dengan AS.
Meskipun, kini Trump telah menunda pemberlakukan skema tarif impor timbal balik (reciprocal tariff) selama 90 hari sebagai tanggapan atas pendekatan dari puluhan negara. Trump juga menaikkan pungutan impor China menjadi 125%.
Terdapat pula risiko penggunaan aset kripto untuk penipuan. "Maka kami terapkan antisipasi dari potensi risiko yang ada," ujar Hasan.