Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Janji Trump Tak Kunjung Terwujud, Harga Bitcoin Anjlok Dekati US$80.000

Harga Bitcoin turun tajam dan semakin mendekati level US$80.000 karena momentum yang mendorong ke level tertinggi mulai kehabisan tenaga.
Warga beraktivitas di dekat logo Bitcoin di Jakarta, Selasa (15/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Warga beraktivitas di dekat logo Bitcoin di Jakarta, Selasa (15/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Harga Bitcoin turun tajam dan semakin mendekati level US$80.000 karena momentum politik yang membantu mendorong kenaikan baru-baru ini tampaknya mulai kehabisan tenaga.

Berdasarkan data dari Coinmarketcap.com pada Kamis (27/2/2025), aset kripto terbesar di dunia ini sempat turun hingga ke level US$82.112 sebelum mengurangi kerugiannya ke level US$84,111.12.

Adapun, mata uang digital tersebut telah turun hampir 25% dari level tertinggi sepanjang masa di atas US$108,000 dan diperdagangkan pada titik terendah tahun ini, menurut angka tambahan Coinbase dari TradingView.

Melansir Forbes, dalam beberapa bulan terakhir, Bitcoin mencapai titik tertinggi baru sepanjang masa sebagai antisipasi seputar perubahan kebijakan yang dapat terwujud karena Presiden AS Donald Trump terpilih kembali dan Partai Republik mengambil kendali DPR dan Senat.

Partai Republik telah menjadikan mata uang kripto sebagai bagian dari platformnya, dan perkembangan ini memicu optimisme besar dalam komunitas kripto/blockchain bahwa kemenangan partai tersebut akan membantu menciptakan kejelasan peraturan seputar aset digital.

Managing Partner Psalion Tim Enneking mengatakan kenaikan dramatis harga Bitcoin sejak pemilu federal AS belum ditindaklanjuti dengan tindakan nyata apa pun. Dia menyebut ada banyak pernyataan niat baik di AS pada tingkat federal dan negara bagian, dan di beberapa negara lainnya.

“Pada saat yang sama, kekacauan terjadi di pemerintahan AS karena tindakan yang diambil oleh Trump sehubungan dengan tarif, oleh Elon Musk sebagai pimpinan DOGE, dan oleh Partai Republik di Kongres sehubungan dengan anggaran dan defisit federal,” tambahnya.

Enneking menekankan, aset berisiko terutama kripto tidak lagi disukai secara keseluruhan.

Sementara itu, sejumlah analis mengambil pendekatan yang lebih luas, mengutip sejumlah variabel yang menjadi penyebab depresiasi bitcoin baru-baru ini.

kepala penelitian di Amberdata, Mike Marshall mengatakan pelemahan Bitcoin baru-baru ini menjadi sekitar US$85,000 terkait dengan beberapa faktor yang membuat investor gelisah.

"Jumlah dana yang ditarik keluar dari ETF Bitcoin cukup besar, dan banyak investor menghindari saham teknologi saat ini. Hal tersebut karena Bitcoin seringkali bergerak sejalan dengan saham-saham teknologi," jelasnya.

Dia menuturkan, ketika indeks pasar seperti Nasdaq jatuh—dan perusahaan seperti Tesla dan Nvidia menghadapi tantangan—Bitcoin juga akan terdampak negatif.

“Selain itu, tanda-tanda perekonomian AS tidak terlalu menggembirakan. Penjualan rumah baru telah turun jauh lebih besar dari perkiraan, dan imbal hasil Treasury 10 tahun yang tinggi menunjukkan kekhawatiran terhadap masa depan perekonomian," tambah Marshall.

Selain itu, kerusakan ekonomi akibat rezim tarif juga menambah lemahnya prospek harga. Kepercayaan konsumen dan aktivitas bisnis menurun, dan meningkatnya kekhawatiran terhadap inflasi menambah ketidakpastian. Hal ini juga ditambah dengan kondisi geopolitik yang tidak stabil.

Manajer aset Gerber Kawasaki Wealth & Investment Management Brett Sifling juga menunjukkan beberapa perkembangan bearish yang memicu penurunan Bitcoin baru-baru ini.

“Saya pikir ada beberapa alasan mengapa Bitcoin mengalami penurunan terbaru, dan bukan satu alasan spesifik. Dimulai dengan kemunduran umum di pasar ekuitas risk-on, tampaknya Bitcoin masih sangat berkorelasi dengan koreksi -5% baru-baru ini di Nasdaq,” katanya melalui komentar email.

Dia juga menyoroti arus keluar besar-besaran dari ETF spot Bitcoin yang hampir mencapai US$1 miliar hanya dalam satu hari pada pekan ini. 

"Ada spekulasi bahwa arus keluar ETF spot ini terutama didorong oleh perdagangan berjangka/spot Bitcoin yang populer dan profitabilitasnya telah menurun,” tambah Sifling.

Dia melanjutkan, masyarakat juga diingatkan tentang tingginya risiko memegang mata uang kripto di bursa dengan adanya peretasan Bybit baru-baru ini, yang merupakan pencurian uang terbesar dalam sejarah kripto.

“Meskipun Bitcoinnya tidak diretas secara langsung, hal ini tidak akan membangun kepercayaan para pelaku pasar jika kita terus melihat penipuan dan pencurian besar-besaran di seluruh industri sementara regulator berjuang untuk mengimbangi tingginya laju inovasi yang terjadi di hadapan mereka," tambahnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper