Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Asia diprediksi akan melemah pada Senin (10/2/2025) setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjanjikan tarif pada semua impor baja dan aluminium, selain rencananya untuk melakukan tindakan lain pada akhir pekan ini.
Melansir Bloomberg, dolar Australia, Selandia Baru, dan Kanada serta euro melemah setelah komentar Trump, sementara ekuitas berjangka di Australia, Jepang, dan Hong Kong semuanya mengarah ke bawah.
Kontrak di China daratan dan sejumlah saham China yang terdaftar di AS naik pada Jumat pekan lalu karena Trump mengatakan akan mempertahankan pengecualian bebas bea untuk paket bernilai rendah dari China sampai sistem pengumpulan pendapatan tarif tersedia.
Trump mengatakan tarif 25% pada baja dan aluminium akan diumumkan pada Senin dan berlaku untuk impor dari semua negara, meskipun dia tidak merinci kapan tarif tersebut akan berlaku. Komentar terbarunya menambah kegelisahan pasar dalam mengantisipasi Trump yang mengumumkan langkah-langkah baru terhadap “semua orang” dan kesaksian Kongres setengah tahunan Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang akan datang.
Kepala strategi pasar dan wawasan di BNY, Bob Savage menilai bahwa pasar terus bereaksi terhadap perubahan kebijakan Trump dibandingkan data-data ekonomi.
"Pendapat dari Ketua Fed Powell akan sangat penting dalam menilai dampak tarif dan perubahan kebijakan lainnya terkait rencana pelonggaran," tulis Bob dalam sebuah catatan kepada kliennya.
Baca Juga
Perhatian investor di Asia akan tertuju pada saham-saham China karena semakin besarnya pengaruh negara tersebut dalam bidang kecerdasan buatan (AI) yang telah memicu gelombang optimisme terhadap perusahaan-perusahaan teknologi negara tersebut.
Reli tersebut dapat terancam karena lonjakan belanja sementara sekitar liburan Tahun Baru Imlek, yang menyebabkan inflasi konsumen meningkat pada bulan Januari untuk pertama kalinya sejak Agustus 2024, menutupi tekanan deflasi dalam perekonomian China.
"Konsumen China tetap berhati-hati dan tren penurunan konsumsi terus berlanjut," tulis ekonom Goldman Sachs termasuk Andrew Tilton dalam sebuah catatan kepada kliennya.
Peningkatan musiman dalam inflasi China kemungkinan akan berubah menjadi hambatan musiman pada Februari 2025.