Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten, seperti PT Indofarma Tbk. (INAF) dan PT Pan Brothers Tbk. (PBRX), masih berkutat dengan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada tahun ini serta disematkan notasi khusus oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sebagai informasi, ada 17 huruf berbeda di setiap notasi khusus yang diberikan oleh Bursa, yang menunjukkan kondisi masing-masing emiten. Adapun, bagi emiten yang tengah menghadapi permohonan PKPU disematkan notasi M.
Salah satu emiten yang terkena notasi M atau berkutat dalam PKPU adalah Indofarma. Emiten pelat merah ini telah ditetapkan dalam status PKPU sementara atau PKPU-S mengacu putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 74/PDT.SUS-PKPU/2024/PN.NIAGA.JKT.PST, pada 28 Maret 2024.
Pada 15 Agustus 2024, PKPU Indofarma berakhir dengan pengesahan perjanjian perdamaian atau homologasi. Sebanyak 83,2% kreditor menyetujui proposal perdamaian Indofarma. Setelah homologasi, Indofarma pun menetapkan langkah efisiensi biaya operasional serta membayar utang sesuai skema yang disepakati kepada para kreditornya.
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Indofarma baru-baru ini pun merestui penjualan aset dengan proporsi lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih perseroan mengacu keputusan homologasi.
Direktur Utama Indofarma Yeliandriani menjelaskan penjualan aset perusahaan tersebut di antaranya mencakup aset non-jaminan dan aset jaminan non-produksi.
"Aset non-jaminan, jadi aset kami yang tidak terikat jaminan oleh siapapun ada di 10 lokasi, terdiri dari 18 Sertifikat Hak Guna Bangunan [SHGB]," katanya saat Public Expose pada beberapa waktu lalu di Jakarta.
Selain Indofarma, emiten tekstil Pan Brothers menghadapi PKPU pada tahun ini. Dalam perkembangan terbarunya, proses PKPU PBRX telah diperpanjang hingga tenggat waktu hari ini, 23 Desember 2024.
Wakil Direktur PBRX Anne Patricia Sutanto memastikan perseroannya bersama dengan mayoritas kreditur telah mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan utang setelah melewati proses PKPU.
“Ya [sepakat restrukturisasi],” kata dia saat dikonfirmasi pada Sabtu (21/12/2024).
Dia mengatakan di tengah masa PKPU, PBRX fokus melakukan korespondensi dengan kreditur, baik bank serta pemegang obligasi terkait, dengan skema restrukturisasi utang perseroan.
Adapun, total utang yang akan direstrukturisasi kepada kreditur bank serta pemegang obligasi mencapai sekitar US$340 juta. Untuk pemilik obligasi serta pemberi pinjaman non-active bilateral, direncanakan restrukturisasi melalui skema obligasi wajib konversi (OWK) atau mandatorily convertible bond (MCB).
Sebelumnya, Direktur PBRX Fitri Ratnasari Hartono mengatakan seiring dengan PKPU yang dilewati perseroan, PBRX memang mencatatkan penurunan kinerja keuangan, imbas pandemi Covid-19 sejak awal 2020.
"Kalau dari pendapatan kan turun banyak, sampai tahun 2023. Dari segi cash flow, otomatis juga ketat sekali, sehingga kami juga untuk booking capital sangat-sangat terbatas," kata Fitri setelah presentasi pembahasan proposal perdamaian dengan kreditur pada bulan lalu (6/11/2024).
Selain Indofarma dan Pan Brothers, emiten anak usaha BUMN Karya, yakni PT PP Properti Tbk. (PPRO) menghadapi PKPU tahun ini. Putusan pengadilan memang menetapkan status PPRO berada di dalam masa PKPU.
Dengan berstatus PKPU sementara, PPRO dalam keadaan debt standstill dan tidak diperkenankan melakukan pembayaran kepada semua pemberi pinjaman, termasuk pembayaran kupon obligasi berkelanjutan II tahap IV yang jatuh tempo pada 14 Oktober 2024.
PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringkat kredit PPRO imbas PKPU atau restrukturisasi utang. Berdasarkan laporannya, Pefindo menurunkan peringkat atas PPRO menjadi idSD dari sebelumnya idBB-. Peringkat idSD menandakan obligor gagal membayar satu atau lebih kewajiban finansialnya yang jatuh tempo, baik atas kewajiban yang telah diperingkat atau tidak diperingkat.
"Peringkat PP Properti diturunkan karena terkait PKPU yang dialami," kata Analis Pefindo Agung Iskandar dalam konferensi pers pada beberapa waktu lalu (24/10/2024).
Kemudian peringkat obligasi berkelanjutan II tahap IV PPRO turun menjadi idD dari sebelumnya idBB-. Pefindo juga menurunkan peringkat obligasi berkelanjutan II tahap I dan tahap III PPRO menjadi idCCC dari idBB-.
Penurunan peringkat obligasi tersebut mencerminkan tingkat kemungkinan yang sangat tinggi bahwa PPRO tidak akan memenuhi kewajiban pembayaran kupon obligasi tersebut saat jatuh tempo terkait status PKPU perusahaan.
Lalu, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) menghadapi pengajuan permohonan PKPU yang dilayangkan tiga krediturnya pada tahun ini. Waskita sendiri kembali gagal membayar bunga dan nilai pokok atas obligasi jatuh tempo senilai Rp1,36 triliun pada 16 Mei 2024.
Utang tersebut berasal dari Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap IV Tahun 2019 Seri B, yang memiliki tingkat bunga tetap 9,75% per tahun dengan jangka waktu 5 tahun.
Berikut daftar emiten yang terkena notasi M dari BEI karena berkutat dengan PKPU sampai 20 Desember 2024:
1. PT HK Metals Utama Tbk. (HKMU)
2. PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk. (SBAT)
3. PT Dewata Freightinternational Tbk. (DEAL)
4. PT Saraswati Griya Lestari Tbk. (HOTL)
5. PT Tri Banyan Tirta Tbk. (ALTO)
6. PT Indofarma Tbk. (INAF)
7. PT PP Properti Tbk. (PTPP)
8. PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT)
9. PT Pan Brothers Tbk. (PBRX)
10. PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk. (BTEK)
11. PT Widodo Makmur Perkasa Tbk. (WMPP)
12. PT Widodo Makmur Unggas Tbk. (WMUU)
13. PT Maja Agung Latexindo Tbk. (SURI)